Jumat, 14 Mei 2010

PENDIRI GERAKAN JAMA`AH TABLIGH.

Pendiri dan pencetus gerakan ini adalah Muhammad Ilyas Bin Al-Maulawy Ismail (1303 H-1363 H). Pada mulanya beliau mengajar pada Madrasah Madhahiril`ulum, setelah beliau tidak berhasil dalam bidang ini beliau memutar haluannya dengan mendidik pemuda-pemuda dalam hal tasauf. Beliau tidak memperoleh kemenangan dalam urusan ini sebagai mana dakwaannya kecuali hanya menipu orang-orang awam untuk bertasauf yang pada hakikatnya bukan tasauf. Beliau memberi azimat dan penangkal dalam masalah dunia, hukum, perdagangan, pertanian, pengobatan dan lainnya. Beliaulah yang membalikkan Thariqat (Jalan yang ditempuh para Sufi untuk mendekatkan dirinya kepada sang Khaliq) dan Tasauf, beliau menggantikannya dengan tabligh. Uraian selengkapnya dapat dilihat dalam majalah Al-Yarmiyah Jandarakah yang diterbitkan pada tanggal 24 Juli 1976 M.

Muhammad Idris al-Anshary Pimpinan Jama`ah Tabligh di kota Delhi yang juga sahabat karib Muhammad Ilyas dalam karangannya “Tabligh Dustur al`Amal” terbitan percetakan Al-Jamal di kota Delhi mengemukakan penyebab Ilyas mendirikan Jama`ah Tabligh sebagai berikut :
“…Sesudah memikirkan secara mendalam tentang ummat sekarang, dapat dambil sebuah kesimpulan bahwa keberhasilan tidak akan tercapai kecuali dengan empat faktor sebagai mana firman Allah SWT :
(آل عمران :١٣٩) وأنتم الأعلون إن كنتم مؤمنين
1. Tujuan utama dari Islam adalah menggantikan seluruh kebathilan dengan kebenaraan.
2. Kebenaran sebagai pengganti kebathilan tidak akan sempurna kecuali berdasarkan cara dan metode yang telah ditempuh oleh para Nabi-nabi pada masa mereka.
3. Apa saja yang telah dikerjakan muslim pada masa sekarang baik secara berkelompok maupun individu tidaklah berdasarkan jalan yang ditempuh para Anbiya dan tidak bertujuan kepada kebenaran dan kebaikan.
4. Sangat diperlukan sebuah organisasi Islam yang menyatukan ummat untuk kembali kejalan semula.
Untuk tujuan itu maka lahirlah seorang hamba Allah SWT yang salih bernama Muhammad Ilyas untuk meluruskan kembali apa yang selama ini bengkok, beliau mengajak seluruh ummat yang gemar beribadat dengan dasar keislaman dan menjadikan ibadat tersebut manis bagaikan madu, sejuk laksana salju dan beliau juga mendirikan sebuah organisasi baru yang diberi nama Jama`ah Tabligh,(Dustur al-`Amal, hal : 2-3).
Perhatikanlah dengan seksama tuduhan-tuduhan di atas, beliau menuduh bahwa apa saja yang dikerjakan ummat Islam sekarang tidaklah seperti anjuran Rasulullah SAW dan bukan bertujuan menggantikan kebathilan dengan kebenaran di antara ummat manusia. Maka pada masa ini menurut beliau sangatlah dibutuhkan sebuah organisasi baru. Begitu juga penjelasan sahabatnya dan juga pimpinan Jama`ah Tabligh di kota Delhi yang ditulis dalam Qanun Jama`ah Tabligh. Perlu diketahui bahwa dakwaan semacam ini merupakan dakwaan semua orang yang ingin menghancurkan dan memecah-belahkan ummat Islam dan ingin mendirikan sebuah aliran baru yang menyimpang dari `Aqidah Ahlussunnah wal Jama`ah. Inilah perangai orang yang ingin menyesatkan orang lain. Mereka mengaku ummat Islam telah sesat dan terpeleset dari jalan yang benar kemudian mereka menciptakan aliran baru dan membuat undang-undang sesuai dengan keinginan dan pemikiran mereka.

Tokoh lainnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdy yang menyeru ummat Islam kepada tauhid murni dan menjauhi syirik. Mula-mula beliau mengatakan bahwa ummat Islam semenjak 600 tahun yang lalu semuanya telah sesat karena bertawasul dengan para Nabi dan Auliya dan juga mengharap syafa`at dari mereka. Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan siapa saja yang bertawasul telah menyekutukan Allah SWT. Bagi orang tersebut halal darah dan hartanya. Masyarakat pedalaman yang kurang pendidikan sebagai mana kita baca dalam sejarah perkembangan wahabi banyak terpengaruh dengan pandangan ini. Pengikut Muhammad bin Abdul Wahab ini juga memaksa kaum Muslimin yang bertawasul untuk meninggalkan dosa yang telah mereka lakukan dan mengikuti amalan mereka.

Beberapa tahun kemudian Abu A`la al-Maududy juga membangun sebuah gerakan yang di beri nama “Jama`at Islamy”. Beliau menjelaskan penyebab dibentuknya Jama`at Islamy didasari oleh pikiran yang mendalam yang akhirnya memutuskan untuk keluar dari ikatan agama Islam yang telah ada. Ini dikarenakan oleh keyakinan beliau jika masih berada dalam Islam seperti yang dianut oleh pendahulunya, maka beliau akan tergolong dalam orang yang menyekutukan Allah. نعوذ بالله secara otomatis pengakuannya itu memberi pengertian bahwa agama Islam yang telah dianut pendahulunya baik itu bapaknya atau kakeknya dan juga orang yang lain yang termasuk di dalamnya Auliya dan Ulama-ulama sebelumnya merupakan ajaran yang salah. Menurut pengakuannya mereka semua menyekutukan Allah SWT .نعوذ بالله Kemudian beliau menciptakan agama baru dan anggotanya adalah setiap orang yang mengaku dan mempedomani لاإله إلاالله dan beliau mengklaim bahwa dirinyalah muslim yang pertama pada masanya (pastilah bapaknya non muslim kalau kita percaya kepadanya). Beliau mengajak seluruh manusia untuk mengikuti agama dan ajaran barunya (ringkasan dari Musliman aur, Maujuduh Siyasi Kisymikisy, hal : 15, India). Begitu juga dengan Muhammad Ilyas, beliau mengatakan bahwa apa yang selama ini dikerjakan kaum Muslim sudah sangat jauh dari apa yang dianjurkan Rasulullah SAW.

Muhammad Mansur an-nu`many berkata :
“Muhammad Ilyas berujar dalam Malfudhatnya bahwa ummat Muhammad SAW pada masa sekarang telah ditimpa sebuah bencana, yaitu semua ibadat mereka hanyalah simbul dan tanda saja, sehingga seluruh pondok pesantren tempat yang diharapkan memperbaiki kebobrokan akhlaq sekarang hanyah tinggal tanda saja” (Malfudhat, hal : 12).


Seorang muballigh dan juga pengikutnya, Muhammad Hasan Khan berkata dalam Muqaddimah Miftahu at-Tabligh, hal : 7 sebagai berikut :
“Pada masa sekarang di mana seluruh ummat telah sangat jauh dari tuntunan agama dan banyak yang mempraktikkan kemusyrikan dan kekafiran, maka Allah SWT mengutuskan Syaikh Muhammad Ilyas dengan penuh mu`jizat dan menyalahi adat untuk memperbaiki ummat dan untuk mengajari agama yang benar kepada ummat ”.

Dapat kita pahami sebagai kesimpulan bahwa seluruh karangan mereka dan juga dari berita yang mereka siarkan bahwa Muhammad Ilyas dibangkitkan untuk membangun agama ketika ummat ini berada dalam keadaan sesat dan semuanya sedang ditimpa bencana kemusyrikan dan kekafiran, juga tiada yang tersisa dari seluruh amal ummat kecuali sebagai simbul dan tanda ibadat saja, begitu juga dengan pondok-pondok pesantren hanyalah tinggal lambang saja. Kalau demikian dari manakah beliau memperoleh Islam yang benar ? dan bagaimanakah beliau menemukan Islam apabila semuanya telah sesat ?
GERAKAN JAMA`AH TABLIGH

Sebagai mana uraian di atas bahwa kelompok ini sama juga seperti sekutunya, mengklaim bahwa seluruh ummat ini telah sesat dan keluar dari petunjuk Ilahy. Pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan Rasulullah SAW dalam Hadits riwayat Turmuzi dari Ibnu Umar ;
إنّ الله لا يـجمــع أمــتي علــى ضـلالـــة الخ
“Sesungguhnya Allah tidak akan membuat ummatku sependapat terhadap sebuah kesesatan”.
Orang yang cerdik tidak akan tertipu dengan pernyataan ini, lebih-lebih lagi para cendikiawan dan ilmuan. Sesudah itu kita coba mengupas sejarah berdirinya gerakan ini. Al-Fadhil Abu Hasan Ali an-Nadawy bercerita tentang pendiri Jama`ah Tabligh dengan mengutip ucapan Muhammad Ilyas sendiri sebagai berikut :
"يقول السيد قد حصل لى الأمر فى إقـامـتى فى المدينـة المنوّرة سـنة ١٣٤٥ هجريـة وبشّرنـى بأننـا نـمضى على يديك هذه الحركة " (محمد اليـاس أوران كى، ديـني دعوت ، صـ :٧٧ )
“Ilyas berkata aku memperoleh sebuah wangsit tatkala aku menetap di Madinah Munawwarah,1345 H dan Allah SWT menyuruhku untuk untuk membuat gerakan ini untuk kamu sekalian.” ( Muhammad Ilyas Aurana Kay, Diny Da`atu, hal : 77)

Pada halaman berikutnya beliau menambahkan ;
وبعـد قـفولـه من هذا السـفر شـرع للـدورة التبـليغـية (صـ :٧٨)
“Sekembalinya dari Madinah beliau langsung mendirikan Jama`ah Tabligh.” (hal : 78)

Dua uraian di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa gerakan ini bertujuan untuk kebaikan dan berdasarkan berita gembira dari Allah SWT. Sekilas ucapan ini memang sangat indah, tapi bukankah orang yang mendapat berita gembira dari Allah SWT dan harus disampaikan kepada ummat merupakan seorang Rasul. Kalau demikian orang yang mengatakan bahwa dirinya mendapat berita gembira dari Allah SWT adalah orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi, padahal kita semua maklum Rasulullah SAW Muhammad bin Abdullah penutup segala Nabi. Apakah tidak menjadi kafir orang yang mendeklarasikan dirinya Nabi .
Muhammad Ilyas juga mengutarakan tentang “Wangsit” nya dalam karangannya Al-Malfudhat, yang hampir serupa seperti cerita kawannya Muhammad Mandhur an-Nu`many. Ketika beliau memberi pelajaran kepada pengikutnya mengatakan bahwa :
“Mimpi merupakan sebuah tanda dari empat puluh enam (46) tanda kenabian. Untuk mencapai derajat yang tinggi melalui mimpi sebagai mana dicapai oleh sebagian orang, tidak akan dapat diperoleh dengan berusaha dan bersungguh-sungguh, karena ilmu yang langsung diberikan oleh Allah SWT dari mimpi merupakan sebuah tanda kenabian. Maka bagaimana tidak mungkin orang tersebut mencapai derajat yang tinggi. Karena ini wahai para pengikutku yang setia usahakanlah tidur pemimpinmu ini nyenyak dan nyaman. Apabila aku kurang tidur karena panas panggillah dokter dan orang pintar, pakailah minyak wangi pada kepalaku bila petunjuknya demikian supaya lebih nyenyak tidurku. ketahuilah! aku menemukan jalan bertabligh ini melalui mimpi ketika aku tidur dan Allah SWT juga mengajariku dalam mimpi penafsiran ayat
كنتم خير أمة أخرجتْ للناس تأمرون بالمعروف ونتهون عن المنكر وتؤمنون بالله
(آل عمران : ١١٠)
…kamu sekalian merupakan sebaik-baik ummat yang diutuskan untuk manusia, engkau menyuruh dengan kebaikan dan melarang segala kemungkaran dan beriman dengan Allah SWT. (Q;S : 3 : 110).


Penafsiran Muhammad Ilyas menyangkut ayat di atas bahwa beliau telah diutus sebagai خـير أمّـة untuk menyampaikan dakwah bagi manusia seperti Nabi-nabi terdahulu. Firman Allah SWT أخرجت menunjukkan bahwa dakwah ini tidak akan sempurna dan terlaksana apabila cara penyampiannya hanya menetap pada satu tempat saja, tapi harus dipergunakan sistem door to door (Malfudhat, Muhammad Ilyas, hal : 50).

Kesalahan dan kekeliruan Muhammad Ilyas adalah menfsirkan Al-Qur'an dengan mimpinya. Beliau mengklaim secara extrim bahwa beliau mempunyai ilmu yang benar melalui mimpi. Mimpi seperti yang beliau peroleh tak mungkin dicapai oleh orang lain walaupun berusaha dengan bersungguh-sungguh. Beliau menafsirkan makna أخرجت dengan sebuah makna yang tidak pernah ditafsirkan oleh Ulama lain dari pada mufassirin yang telah diakui kewara`an dan ilmunya oleh dunia Islam. Muhammad Ilyas juga menyuruh pengikutnya mengusahakan supaya beliau bisa tidur dengan nyenyak. Bukankah penafsiran seperti demikian termasuk dalam penafsiran berdasarkan mimpi atau akal yang tidak didasari dalil naqli?, Rasulullah SAW sangat mengecam orang yang menafsirkan ayat berdasarkan pemikirannya semata :
من فسر القران برأيـه فاليتبـوّأ مقعـده من النار (رواه الترمذى)
…siapa saja yang menafsirkan Al-Qur'an dengan akal pikirannya, maka bersiaplah ia karena tempat kembalinya diakhirat kelak adalah neraka. (H.R : at-Turmuzy)

Cobalah perhatikan pada penafsiran Muhammad Ilyas terhadap firman Allah SWT أخرجت yang menurut pandangannya bahwa amar ma`ruf tidak akan terlaksana kecuali dengan berdakwah dari rumah ke rumah (setelah Islam tersebar luas ke seluruh penjuru dunia). Inilah senjata Muhammad Ilyas agar bisa berkalana dengan orang yang tidak mengenal kanan dan kiri serta tidak mengerti fardhu dan sunat.

Al-`Alamah Ibnu Jarir ath-Thibry dan juga ulama lainnya meriwayat dari para mufassirin dan pendapat inilah yang diakui oleh al-`Alamah ash-Shayuti dalam ad-Durar al-Mansur dimana beliau berkata :
`Abdun bin Hamid, Ibnu Jarir, Ibnu al-Munzir meriwayatkan dari Mujahid tentang firman Allah SWT كنتم خير أمة أخرجت للناس beliau berkata ; Bukanlah maksud dari الناس dalam ayat ini orang Arab tetapi orang `Ajam (selain bangsa Arab) karena Allah SWT telah memberi petunjuk kepada orang Arab dalam firman-Nya :
لست عليهم بـمصيطر (الغاشية :٢٢). وما أنت عليهم بوكيل (الأنعم : ١٠٧)
Dengan demikian orang yang dituju dari lafadh كنتم adalah orang Arab, dalilnya firman Allah SWT sesudah ayat ini ;لو آمـن أهل الكتـاب لـكان خـيرا لهـم (آل عمران : ١١٠) ayat ini merupakan bukti bahwa كنتم adalah orang Arab dan الناس orang `Ajam (selain Arab) (ad-Duraru al-Mansur, II : 64) .

Pikirlah dengan sebaik-baiknya apakah Muhammad Ilyas mengerti penafsiran seperti ini. Dari uraian ini jelas bahwa azas gerakan ini bukanlah Al-Qur'an dan Hadits bahkan bukan juga berdasarkan jalan yang telah ditempuh Ulama Salaf as-Shalihin. Beliau hanya menafsirkan ayat berdasarkan mimpinya semata. Beliau juga mengokohkan gerakannya berdasarkan mimpi. Semua ajaran yang diperoleh melalui mimpi disampaikan untuk pengikutnya. Bukankah ini pembaharuan (Bid`ah) dalam agama!. Rasulullah SAW sangat membenci para pembaharu dalam masalah agama seperti tergambar dalam sabdanya :
مـن أحـدث فـي ديننـا هـذا مـا ليـس منـه فهـو ردّ (رواه الشـيخـان)
“… Siapa saja yang membuat pembaharuan dalam masalah agama, maka pembaharuan tersebut tidak ditolerir”. (HR : Bukhary Muslim)

Al-Hafidh Ibnu Hajar Al`Askalany menguraikan masalah mimpi dalam Muraqatu al-Mafatih `ala Misykat al-Mashabih, juz : I, hal : 420;
رؤيـة غيـر الأنبيـاء عليهـم السلام لا يبتـنى عليه حكم شرعـى (مراقـاة المفـاتيـح علي مشكاة المصابيـح، صـ :٤٢٠، جزأ الأول)
“Mimpi dari selain Nabi tidak boleh dijadikan sandaran hukum dalam masalah agama”.

Bagaimana kita bisa menerima gerakan Muhammad Ilyas ini apabila beliau menjadikan mimpi sebagai azaz gerakannya, sungguh sangat berani beliau menafsirkan ayat berdasarkan mimpinya, memimpin manusia seluruh penjuru bumi dengan mimpinya. Bukankah ini merupakan penipuan dan pemalsuan terhadap hukum-hukum agama. Ini sangat jelas dan bisa dipahami oleh orang-orang yang sangat rendah pemahamannya sekalipun tentang agama.
Al-Qur'an merupakan sebuah kitab suci yang sangat terang dan akan untaian kalimatnya, sangat murni keasliannya karena Allah SWT sendiri yang menjaganya :
وأنزلنـا إليك الذكر لتبـين للنـاس مـانزل اليهم ولعلهم يتفكرون (النحل :٤٤) إنـانحن نزلنـا الذكر وإنـا له لحـافظون (الحجر : ٩)
“ Dan kami turunkan pada mu Al-Qur'an agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada manusia dan supaya mereka memikirkan (an-Nahl : 44)”
“ Sesungguhnya KAMIlah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya KAMI akan menjaganya (al-Hijr : 9 ) ”

Sungguh sangat berani Muhammad Ilyas mengatakan bahwa Allah SWT menyampaikan padanya tafsir ayat-ayat Al-Qur'an dan ilmu yang benar melalui mimpi. Ini sama juga seperti dakwaan al-Maududy dalam karangannya Tangqihat bahwa kita tidak memerlukan tafsir-tafsir yang telah diakui dunia Islam untuk memahami Al-Qur'an, tapi cukuplah mendalami bahasa arab saja. Dua Syaikh ini yang mengarah pada bid`ah selalu menafsirkan Al-Qur'an berdasarkan pemahaman pikiran mereka, dan mendakwa bahwa faham gerakan mereka sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadits. Ini adalah kebohongan yang tak mungkin diragukan lagi.

Muhammad Ilyas telah menjelaskan dalam Tablighy Dustur Al`Amal, hal. 3, bahwa tujuan gerakan ini hanya tiga, yaitu :
1. Meninggikan kalimat Allah SWT
2. Menyebar luaskan Islam
3. Menyatukan `Aqidah Islam
Kalau demikian kita perlu menginvestigasi kembali perkembangan kelompok ini, supaya kita pahami `Aqidah mereka, yang menurut keyakinan mereka bahwa `Aqidah kelompok selain mereka adalah salah. Padahal jika kita periksa `Aqidah pengikut kelompok ini sungguh sangat jauh berbeda dengan apa yang mereka katakan.

Muhammad ilyas juga mengemukakan dalam Malfudhatnya, hal. 31 bahwa :
“Tujuan gerakan kita adalah mengajari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Inilah maksud dan tujuan kita! Adapun perjalanan kita untuk bertabligh yang kita kenal dengan al-Kisyt hanyalah permulaan dari gerakan kita saja. Kalimah, sembahyang, juga belajar yang selalu berulang-ulang sama juga seperti alif, ba dan ta bagi gerakan kita”.

Nyatalah bagi kita bahwa tujuan gerakan ini adalah menyampaikan apa yang telah diajari Rasulullah SAW dengan metode dan `Aqidah mereka, bukan sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Pada tempat yang lain Muhammad Ilyas mengutarakan maksudnya kepada kawannya Dhahir al-Hasan sebagai berikut :
Kawanku Dhahir al-Hasan, tujuanku sebenarnya tidak seorangpun tahu, kebanyakan orang menyangka gerakan kita ini hanya mengajak untuk shalat saja. Aku bersumpah, demi Allah SWT gerakan kita bukan hanya gerakan shalat saja. Setelah beberapa baris berikutnya beliau berkata dengan wajah gundah seraya berbisik : “kita akan menciptakan kaum yang baru …”(Diny Da`autu, hal : 205).

Perkataan ini menjelaskan bahwa hakikat tujuannya bukan hanya gerakan shalat saja, seperti yang disebar oleh pengikutnya selama ini di seluruh penjuru negeri, tetapi maksudnya adalah membuat pembaharuan dalam masalah thariqat dan `aqidah dengan menyatukan seluruh manusia di bawah fahamnya. Pemahaman seperti ini juga didukung oleh buku mereka yang bernama Makaatib, yang menjelaskan bahwa menurut guru mereka Muhammad Ilyas, Jama`ah Tabligh bertujuan menyatukan syari`at, thariqat, dan haqiqat di bawah payung yang sempurna ( hal. :66 ).
Uraian di atas menjelaskan secara nyata bahwa tujuan kelompok ini yang berazaskan mimpi pemimpinnya adalah menyatukan syari`at, thariqat, dan haqiqat di bawah sebuah pemahaman baru. Kalau demikian adakah yang tersisa dari agama Islam yang kita kenal sekarang ini jika ketiga-tiganya telah disatukan. Nyatalah bagi kita bahwa gerakan ini bertujuan menciptakan agama baru dengan pedoman mimpi pimpinan. Bukankah ini pembaharuan dalam agama? Bukankah ini sebuah kesesatan yang nyata ? Masih butakah kita ?

Sekarang mari kita perhatikan `Aqidah mereka, karena `Aqidah merupakan landasan dan dasar sebuah agama yang tidak bisa ditawar-tawar. Muhammad Idris al-Anshary kawan dekat Muhammad Ilyas bercerita bahwa Aqidah kelompok Jamaah Tabligh adalah
لاإلـه إلاّ الله محمـّد رسـول الله, maksudnya meyakini bahwa tidak ada yang patut untuk disembah kecuali Allah SWT dan Muhammad adalah Rasul Allah SWT (Dustur, hal. : 4). Ini merupakan `Aqidah Islam yang tidak boleh diragukan oleh seorangpun. Tetapi bukankah faham Ahmadiyah Qadiyah, Al-Bahaiyah dan juga faham-faham lain yang keluar dari Islam dengan kesepakatan para ulama yang dapat dipercaya juga mengakui `Aqidah mereka seperti ini. Cukupkah لاإلـه إلاّ الله محمـّد رسـول الله saja sebagai syarat dalam sebuah faham baru diakhir zaman seperti ini, di mana agama Islam telah terpecah kepada 73 kelompok sebagaimana sabda Rasulullah SAW, dan 73 kelompok ini terpecah lagi kepada kelompok yang tidak terhingga. Lebih-lebih lagi mereka menafsirkan kalimat محمـّد رسـول الله bahwa sabda Rasul cukuplah sebagai landasan hukum, beramal cukuplah dengan apa yang difatwakan oleh Rasulullah SAW saja, tidak perlu kepada dalil-dalil yang lain (Dustur, hal : 5). Kesimpulannya, dalam beramal baik itu perintah maupun larangan, cukuplah Hadits sebagai pegangan tidak perlu pada ijma` dan qias. Mereka tidak mendakwakan bahwa dirinya mujtahid karena akan diludahi oleh orang yang mengerti sejarah dan biografi mereka.

Kemudian Muhammad Ilyas menggambarkan dalam Dustur `Amalnya bahwa orang yang memenuhi syarat untuk masuk dalam kelompoknya adalah semua yang mengakui “dua kalimat syahadah” dan mengakuinya sebagai `Aqidah, menyetujui visi Jama`ah Tabligh dan rindu untuk membangun agama Islam. Mereka adalah anggota kelompok ini sekalipun ia tergabung dalam kelompok lain dari berbagai kelompok, atau menetap di ujung dunia. Tidak ada syarat lain untuk menjadi anggota kelompok Jamaah Tabligh selain ini (Dustur `Amal, hal. : 5). Dapat kita pahami dari uraiannya bahwa seluruh manusia yang mengakui dua kalimat syahadah adalah anggota kelompok ini, tidak perduli apakah orangnya Ahmadiyah Qadiyah, Khawarij, Qadariyah, Mu`tazilah, Wahabiyah, Maududiyah, atau pun bukan. Mereka juga tidak perduli kepada dalil selain Al-Qur'an dan Hadits, sekalipun itu sesuatu yang dikerjakan Sahabat Rasulullah SAW atau bertentangan dengan Ijma` (kesepakatan mazhab empat yaitu Maliky, Hanafy, Syafi`iy dan Hanbaly) ataupun bertentangan dengan Qias. Misi mereka adalah menyatukan Syri`at, Thariqat, dan Haqiqat. Adakah sesuatu yang lain setelah kebanaran selain kesesatan dan kebinasaan ?











SIAPA YANG BERHAK DITA`ATI

Telah kita maklumi dari uraian dalam Dustur `Amal bahwa kelompok ini hanya mengambil hukum dari Rasulullah SAW baik itu perintah maupun larangan, walaupun itu berbeda dengan ijma` Imam Mujtahid empat, berbeda dengan tafsir Mufassirin yang mu`tabar atau ahli Hadits. Semua orang apakah mengerti agama atau tidak, faham sastra arab atau tidak boleh mengambil hukum langsung dari Al-Qur'an dan Hadits. Ini juga merupakan dakwaan Jama`at Islamiyahnya al-Maududy sebagai mana tercantum dalam pogram kerjanya. Dengan demikian dua kelompok ini sama pandangannya dalam tidak ada syarat untuk menjadi anggota kelompoknya selain mengakui “dua kalimat syahadat” dan mereka tidak mengambil kecuali apa saja yang ditemui dari Nabi SAW.
Muhammad Ilyas menulis tentang siapa yang harus dipatuhi dalam kelompoknya sebagai berikut :
Dalam agama Islam kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat sakral, jadi siapa saja yang terpilih sebagai pemimpin dalam Jama`ah Tabligh berdasarkan peraturannya, maka dialah yang dikatakan dengan “ULIL AMRI” yang telah dimaklumkan dari syriat yang suci, menta`atinya merupakan kewajiban bagi setiap orang, sama juga hukumnya seperti menta`ati Allah SWT dan RasulNYA.”(Bayan al Imarah, hal : 6). Kemudian beliau jelaskan tentang hukum yang difatwakan oleh “Ulil Amri”nya, “Hukum yang dikeluarlan oleh “Ulil Amri” jika berhubungan dengan agama wajib dita`ati tanpa boleh ditanya dalil dan alasannya, juga tidak boleh ditentang. Menolak hukum yang telah ditentukan oleh “Ulil Amri” karena menganggab remeh atau tidak ridha merupakan dosa besar disisi Allah SWT ( Bayan al Imarah, hal. : 7).

Nyatalah bahwa pemimpin yang dipilih oleh mereka berdasarkan ketentuan yang mereka buat adalah “Ulil Amri”, dan ta`at kepadanya adalah wajib. Tidak boleh melawan hukum dan ucapan mereka tentang masalah yang berhubungan dengan agama. Hukum yang mereka maksudkan disini sebagai mana yang telah kita maklumi dari uraian diatas adalah apa yang mereka pahami dari Rasulullah SAW saja.

Muhammad Ilyas juga menguraikan tentang ketentuan yang harus dijalankan seorang “Ulil Amri”. Wajib terhadap “Ulil Amri” dalam memutuskan sebuah hukum yang khusus meminta pendapat dari Ulul Albab (staf ahli) dari jama`ah, kemudian musyawarah dengan Ashab as-Syura (pemuka agama). Tetapi apabila bertentangan antara pendapat mereka maka Amir (Ulil Amri) mengambil keputusan dengan apa yang dapat menentramkan hatinya, sekalipun pendapat yang diambil tersebut bertentangan dengan seluruh anggota jama`ah ( Bayan al Imarah, hal. : 8). Dari sini dapat kita pahami bahwa mereka tidak menta`ati kecuali apa yang dijumpai dari Rasulullah SAW dan apa yang difatwakan oleh Amirnya, itulah yang wajib dita`ati berdasarkan Al-Qur'an. Allah SWT akan menyiksa orang yang mengingkarinya. Dan juga wajib ta`at kepada Amir walaupun pendapat Amir bertentangan dengan Ulul Albab dan Ashab as-Syura dari Jama`ah Tabligh. Ulul Albab dan Ashab as-Syura ini sebagaimana dimaklumi dari uraian di atas adalah orang yang mengakui dua kalimat syahadah, tidak perlu syarat lainnya.

Sekarang mari kita perhatikan tafsir “Ulil Amri” berdasarkan penafsiran Ulama-ulama yang terdahulu dan mu`tabar. Al`Alamah Abu as-Su`ud berkata bahwa :
Ulil Amri adalah pemimpin yang benar dan adil, seperti KhulafaurRasyidin dan orang yang menempuh jalan mereka. Al-Karakhi berkata “Ulil Amri” adalah umara (pemerintah) muslimin pada masa Rasulullah SAW dan sesudahnya. Kata “Ulil Amri” pemahamannya mencakup kepada Qadhi (hakim) dan panglima peperangan. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah `Alim Ulama dalam masalah agama (Al-Futuhat al-Ilahiyah).

Coba perhatikan dengan seksama apakah pimpinan yang mereka pilih tergolong dalam “Ulil Amri”, yang mereka wajibkan menta`atinya tersebut. Telah kami uraikan sacara jelas dan nyata bahwa dalam kelompok ini terdapat seluruh kelompok Islam yang mengakui dua kalimat syahadah, tidak perduli apakah `Aqidahnya benar atau salah, tergolong dalam bid`ah atau tidak, keluar dari Ahlussunah wal Jama`ah atau tidak. Rasulullah SAW telah menggambarkan kalompok ini dalam sabdanya ;
عن إبن عمرقـال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلـم وأن بنى إسرائـيل تفرقت على ثنتـين وسبعـين مـلّة وتفرق أمـتى على ثلث وسبعـين مـلّة كلـهم فى النـار إلا مـلّة واحدة قالـوا من هم يـا رسول الله قال مـا أنـا وأصحابـى (رواه الترمذى)
Diriwayatkan dari Ibnu `Umar beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya bani israil terpecah kepada 72 kelompok, sedangkan ummatku akan tebagi kepada 73 kelompok, satu kelompok dalam Syurga sedangkan lainnya dalam Neraka, para sahabat bertanya siapakah satu kelompok tersebut wahai Rasulullah, beliau menjawab kelompok yang selalu pada jalanku dan jalan sahabatku (HR : Turmuzi).

Sementara dalam riwayat Imam Ahmad dan Abu Daud disebutkan sebagai berikut :
عن معاوية ...ثان وسبعون فى النار وواحدة فى الجنة وهى الجماعة (رواه امام احمد وابودود)
Diriwayatkan dari Mu`awiyah… 72 kelompok dalam Neraka, satu kelompok dalam Syurga, yaitu Al-Jma`ah (Syarah Misykatu al-Mashabih, pada bab al-I`tisham).
Kita selaku kaum Muslimin haruslah mencari kelompok yang satu ini, kelompok yang mendapat kemenangan, kelompok orang yang merindukan Syurga. Dan kita harus menjauhi kelompok yang bertentangan dengan kelompok satu ini, agar kita terlepas dari panasnya api neraka. Kelompok satu ini sebagaimana dipahami dari uraian Hadits adalah Ahlussunah wal Jama`ah. Berikut ini kami kutip beberapa pendapat Ulama yang Mu`tabar dalam masalah kita

1. Ghausul al-A`dham Abdul Qadir Jailani r.a.
Beliau menjelaskan pengertian Hadits ini bahwa diwajibkan terhadap setiap mukmin mengikuti Ahlussunah wal Jama`ah, As-sunnah adalah sesuatu yang telah disunnahkan oleh nabi, dan Al-jama`ah ialah apa saja yang telah disepakati oleh para Sahabatnya yang empat, Khulafaurr Rasyidin yang mendapat petunjuk (bukan wahyu) dari Allah SWT semoga rahmat Allah SWT selalu tercurahkan kepada mereka. Setiap mukmin tidak boleh menjadi anggota kelompok ahli bid`ah bahkan dilarang menghampiri dan memberi salam kepada mereka, karena Imam kita Ahmad bin Hanbal r.a berkata : siapa saja yang memberi salam kepada ahli bid`ah berarti ia mencintai ahli bid`ah, karena Rasulullah SAW bersabda
إفشوا السلام بينكم تحابوا “Jadilah kamu orang yang pertama mengucapkan salam, pasti kamu akan dicintai” (Abdul qadir al-Jailani, Al-ghaniyah li Thalibi al-Haq, juz : I, hal : 90).

2. Al`Alamah Kathimah al-Muhaqqiqin Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitamy
Beliau mengutip pendapat Imam Ahmad ini dan mengupasnya secara mendalam dan tajam dalam karangannya (As-Shawa`iqu al-Muhriqah, hal. : 149).
3. Ibnu Hajar al-Haitamy
Beliau mendefinisikan ahli bid`ah dalam karangannya Fathu al-Jawad, yang dimaksudkan dengan mubtadi` (ahli bid`ah) ialah orang yang beri`tiqad sebalik apa yang dii`tiqadi oleh Ahlussunah wal Jama`ah, Ahlussunah wal Jama`ah adalah pengikut Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy (Kurdy, Syarah Ba Fadhal.) Beliau juga menjelaskan tentang mubtadi` dalam karangannya Fatawa al-Haditsah, yang dikatakan dengan ahli bid`ah adalah orang yang berperdapat dan berpedoman bukan seperti keyakinan Ahlussunah wal Jama`ah, yang dimaksud dengan Ahlussunah wal Jama`ah adalah pengikut Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy, tergolong juga dalam kelompok bid`ah orang yang membuat pembaharuan dalam agama (Fatawa al-Haditsah, hal. : 205).

4. Al-Syihab al-Qalyuby
Beliau berkata dalam Hasyiyah Qalyuby `ala Kanzu al-Raghibin bahwa yang dimaksud dengan selain Ahlussunah wal Jama`ah adalah orang yang bertetangan keyakinannya dengan Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy, karena mereka berdua berjalan di atas rel yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan sahabatnya (Hasyiyah Qalyuby `ala Kanzu al-Raghibin, juz : IV, hal : 322).

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa ummat ini akan terpisah dalam 73 kelompok. Berdasarkan penjelasan dari Rasulullah SAW selaku Shahib (pembawa) syriat, dari sekian banyak golongan tersebut, yang selamat cuma satu yaitu Ahlussunah wal Jama`ah. Setiap orang mukmin wajib mengikuti kelompok ini dan pengikut mereka, supaya selamat dari neraka jahannam. Kelompok yang selamat sejak dulu adalah orang-orang yang mengikuti Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy, jadi bagaimana bisa pada masa sekarang, ada orang yang mendirikan kelompok baru hanya berpondasikan pengakuan ucapan
محمـّد رسـول الله لاإلـه إلاّ الله , tapi tidak berpegang pada `Aqidah Ahlussunah wal Jama`ah.

Kelompok baru yang disebut dengan “Jama`ah Tabligh” berikrar dan membuat undang-undang yang bahwa syarat untuk menjadi anggota atau pengikut kelompok tersebut hanyalah pengakuan atau ikrar محمـّد رسـول الله لاإلـه إلاّ الله walau dari kelompok mana ia berasal, itu tidak menjadi persoalan. Dalam pemahaman mereka, tidak ada hukum yang harus dipatuhi selain dari Rasulullah SAW. Hukum dari para Imam Mujtahid, atau bahkan dari para Sahabat sekalipun tetap tidak mau mereka terima.

Sedangkan yang kita saksikan dari hal perbuatan mereka adalah berbaur dan patuh pada golongan mereka atau golongan yang hampir mirip dengan mereka baik dari “Ahmadiyah qadiyah, Najjariyah, Wahabiyah, Maududiyah dan golongan di luar Islam atau kelompok bid`ah lainnya. Yang sangat fatal lagi mereka menyebarkan ideologi pada orang-orang bodoh dan orang Alim yang tidak tahu sepenuhnya tentang Jama`ah Tabligh bahwa mereka adalah Ahlussunah wal Jama`ah, dan `Aqidah mereka tidak beda dengan Ahlussunah wal Jama`ah. Jalan yang mereka tempuh masih dalam rel Ahlussunah wal Jama`ah. Bukankah ini tipologi dan penyesatan terhadap ummat ?

Jika timbul pertanyaan, tidak adakah cara membenarkan `Aqidah mereka dengan menyusup dari dalam ? Jawabnya adalah bahwa ini kebalikan dari kenyataan yang kita saksikan. Lebih-lebih lagi mereka tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk membahas mengenai pembenaran I`tiqad dan mereka membalikkan semua `Aqidah yang benar kepada `Aqidah mereka. Muhammad Idris al-Ansari menulis dalam Dustur Amal ( hal. : 16 ) bahwa tidak ada toleransi atau kesempatan untuk membahas masalah niza`iyyah (persilisihan pendapat) atau furu`iyyah (amaliyah), yang boleh diperbincangkan hanya masalah ketauhidan dan rukun Islam saja. Ungkapan hampir serupa juga kita dapatkan dalam kitab Miftah at-Tabligh halaman 218.
Dasar Jamaah Tabligh menurut pengakuan pendirinya Muhammad Ilyas adalah sebagai berikut :
Dasar gerakan kami ini adalah untuk mencapai keyakinan dalam Iman dan kedudukan (qadar) dalam agama dan tidak sah merincikan hukum-hukum I`tiqad, bahkan dengan sebab demikian akan menambah timbulnya fitnah dan timbulnya keragu-raguan dalam dada manusia (Malfudhat, hal. :116). Dan katanya pula “Kalian menuduh manusia pada sebagian tempat dengan lafadh bid`ah, maka hati-hati (jangan lagi) pada masa yang akan datang engkau ucapkan lafadh tersebut, karena akan menimbulkan fitnah diantara ummat (Al-Makatib, hal. :142).

Dari uraian diatas jelas bagi kita beberapa hal, sebagai berikut :
1. Mereka tidak mempunyai `Aqidah yang khusus untuk bisa digolongkan dalam Ahlussunah wal Jama`ah.
2. Semua kelompok yang 73 bahkan yang di luar Islam termasuk dalam jama`ah mereka.
3. Mereka tidak memberi toleransi untuk urusan `Aqidah, bahkan melarang mempersoalkan masalah `Aqidah.
4. Mereka menyebarkan berita bahwa mereka pengikut para Nabi, dan menempuh jejak Nabi.
5. Mereka tidak mau mencari jalan yang benar didalam `Aqidah, bahkan mereka membuat persepsi pada anggotanya yang bahwa memperdalam tentang `Aqidah menimbulkan fitnah.
6. Boleh saja setiap orang masuk dalam kelompok ini, bergaul dengan mereka, hidup bersama mereka dalam `Aqidah mereka (yang rusak) sepanjang hayatnya, dan juga mereka mendawakan bahwa mereka menjalankan agama secara murni.
7. Mereka melarang memakai lafadh bid`ah dan seumpamanya karena mereka takut menimbulkan fitnah, padahal mereka sendiri sangat transparan mengunakannya.
Dalam kondisi demikian mereka mengumumkan bahwa merekalah Ahlussunah wal Jama`ah.

Pahamilah secara tenang dan baik serta bijaksana ! Para Imam sangat tegas melarang bergaul dengan ahli bid`ah dan berbaur dengan mereka. Quthub al-Aqthab `Abdul Qadir al-Jailany Qaddasa Sirrahu menjelaskan tentang hal ihwal mereka. Beliau juga sangat menentang mereka karena Allah SWT, bukan karena iri atau dengki. Beliau berbuat demikian karena mengharap pahala dan balasan yang sepadan di sisi Allah SWT. Dalam karangannya beliau menulis beberapa Hadits yang berhubungan dengan mereka, antara lain :

وروى عن النبى صلّي الله عليه وسلّم انه قـال :من نظر الى صـاحب بدعة بغضـاله فى الله ملأ الله قلبه أمنـا وإيـمانا ومن انتهـر صـاحب بدعة بغضـا له فى الله أمنـه الله يوم القيـامة ومن استـحقرصـاحب بدعـة رفعـه الله فى الجنـّة مـأة درجة ومن لقيـه بالبشـر او بـمايسره فقداستـخف بـما أنـزل الله على محـمد

Diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda : Siapa yang melihat kepada ahli bid`ah penuh dengan kemarahan karena Allah SWT, maka Allah SWT akan mengisi hatinya dengan Keamanan dan Keimanan. Dan barang siapa menghardik ahli bid`ah penuh dengan kemarahan karena Allah SWT, maka Allah SWT akan memberikan jaminan kepadanya pada hari qiyamat. Barang siapa yang menghina dan memperolok-olok ahli bid`ah, maka Allah SWT akan mengangkat derajatnya dalam Syurga seratus derajat. Dan barang siapa yang senang berjumpa dengan ahli bid`ah atau membuat senang ahli bid`ah maka ia sudah menganggap enteng apa yang diturunkan Allah SWT kepada RasulullahNYA.

وعن المغـيرة عن إبن عبـّاس قـال : قـال صلّي الله عليه وسلّم أبـى الله عزوجلّ أن يقبل عمل صـاحب البدعـة حتى يدع بدعـته

Diriwayatka dari Al-Mughirah dari Ibnu `Abbas beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Allah SWT enggan menerima amalan ahli bid`ah sehingga ia meninggalkan bid`ahnya.

قـال فضيل بن عيـاض من أحبّ صاحب بدعة أحبط الله عملـه وأخرج نور الإيـمان من قلبه وإذا علّم الله من رجل أنه مبغض لصـاحب بدعة رجوت الله ان يغفـر ذنوبه وإن قـلّ عملـه وإذا رأيت مبتدعـا فى الطريـق فخذ طريقـا آخر )إلى آخر ما أطـال عنهم فى الغنـيّة، صـ : ٩٠ ، جزء الأول(
Berkata Fudhail bin `Iyadh : Siapa saja yang senang terhadap ahli bid`ah niscaya Allah SWT akan menghapus amalannya, dan Allah SWT akan mencabut cahaya Iman dari hatinya. Dan apabila Allah SWT mengetahui tentang seseorang bahwa ia marah terhadap ahli bid`ah, saya berharap Allah SWT mau mengampuni dosanya walaupun sedikit amalannya, dan apabila kamu melihat ahli bid`ah di jalan maka ambillah jalan yang lain. (Lihat kitab Al-Ghaniyah, hal. : 90, juz : I)

Termasuk dalam ahli bid`ah atau Jama`ah Tabligh adalah setiap orang berkedok Islam dan Ahlussunah. Termasuk dalam kelompok Jama`ah Tabligh pula setiap golongan yang tidak membedakan antara Ahlussunah dan ahli bid`ah. Dalam hal ini mereka menyerukan bahwa merekalah orang-orang yang benar. Bukankah ini menyatukan dua hal yang sangat berlawanan, seperti menyatukan minyak dengan air.



















VIRUS WAHABIYAH MEMBEKAS DI LIDAH MUHAMMAD ILYAS

Telah kita ketahui bahwa gerakan ini bersumber dari mimpi pendirinya Muhammad Ilyas, dan mereka mengambil keuntungan dengan licik bahwa golongannya terdiri dari semua orang yang mengucapkan dua kalimah syahadah. Akan tetapi pada celah-celah kalamnya beliau berkata bahwa :
Menghadiri “Khatam Al-Qur'an” dan wirid-wirid memang bagus dan benar dari Ulama-ulama, tetapi jika dalam hal tersebut terdapat tanda-tanda persamaan dengan perbuatan bid`ah, maka seyogyanya dihindari. Mengenai pemakain lafadh “khitab” (kata ganti orang kedua tunggal) yaitu hurufك pada kalimat الصلاة والسلام عليـك ini juga sangat berbahaya. Jika seseorang menganggab Nabi hadir (seolah-olah ada di depannya) dan seolah-olah Nabi bisa dilihatnya atau membayangkan Nabi dalam sebuah bentuk tertentu maka ini sangat dilarang keras. Adapun jika dikarenakan rasa rindu yang amat sangat maka tidak mengapa, tetapi ini memberi peluang bagi syaitan untuk merusak `Aqidah dalam hatinya, karena itu hindarilah karena ini juga sangat berbahaya (Malfudhat, hal. :90).

Perhatikanlah baik-baik ! Beliau mengaku tidak boleh memanggil Nabi dan meng-khitab-nya apabila menganggab Nabi hadir dan Nabi melihatnya walaupun karena sangat rindu atau tanpa sengaja, sebab dapat merusak `Aqidah. Oleh karenanya harus dihindari. Ini merupakan dakwah Wahabiyah, bahkan lebih tragis dari wahaby karena beliau (Muhammad Ilyas) melarang memanggil Nabi walau dalam keadaan rindu yang teramat sangat, sedangkan hal tersebut tidak terlarang bagi orang Islam. Alangkah bodohnya Muhammad Ilyas dan pengikutnya. Kalau demikian, apa sebenarnya yang mereka maksudkan tatkala membaca السلام عليـــك أيها النبى إلخ dalam Tasyahud ?
Sekarang perhatikanlah baik-baik apa yang telah diuraikan oleh Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali dalam karangannya Ihya `Ulumuddin :
Hadirkanlah dalam hatimu sosok Nabi SAW yang mulia dan ucapkanlah السلام عليـــك أيها النبى إلخ , dan hendaklah kamu yakin bahwa Nabi Mustafa mendengarnya, dan beliau akan membalas apa yang kamu ucapkan dengan apa yang lebih baik dari yang kamu sangka (Ihya `Ulumuddin, hal. : 129, juz :I).

Dan juga perhatikan apa yang telah diurai oleh Al-Afandi dalam al-Khazinat :
Mula-mula hendaklah orang yang mengucapkan shalah dan salam mempersiapkan dirinya dan mengucapkan shalah dan salam dengan khitab (menggunakan huruf kaf) dalam keadaan penuh penghormatan dan kesopanan juga penuh adab seraya mengharabkan syafa`at dan bantuan atau sebagai perantaranya kepada Allah SWT. Maka ucapan yang paling cocok baginya pada saat itu adalah :
السلام عليك أيها النبى ورحمة الله وبركاته إلخ (Khazinat alAsrar, hal. : 167)


Al`Arif billah Sayid Muhammad Usman al-Mirghany berkata :
Bayangkanlah seolah-olah kamu berdiri berhadapan dengan Nabi, dan seolah-olah kamu memang bertatap muka dengan beliau, maka sesungguhnya Nabi mendengarkanmu dan melihatmu walau kamu berada di tempat yang jauh, karena sesunguhnya Nabi mendengar dan melihat dengan izin Allah SWT. Maka pastiah tidak tersembunyi dari Nabi sesuatupun dengan izinNYA, jauh maupun dekat”. (Aqrabu at-Thariq ila al-Haq, hal. :14).


Inilah uraian-uraian yang dapat dijadikan sebagai bukti bahwa pada saat Mukhatabah (bershalawat) dianjurkan untuk mengkasadkan bahwa Nabi mendengar dan melihat. Uraian-uraian ini tentu akan membuat hidung Jama`ah Tabligh berdarah, karena mereka melarang keras berbuat seperti ini walaupun dalam kondisi amat rindu. Mereka berkeyakinan bahwa nabi tidak bisa melihat dan mendengar orang yang menyebut namanya. Ini sebenarnya merupakan prinsip dasar gerakan Wahabiyah yang menganggab orang yang sudah meninggal tidak dapat mendengar dan melihat, mereka juga menganggab bahwa al-Hadhrah al-Syarifah (Rasulullah SAW) sama dengan manusia biasa.

Sangat jelas yang dikatakan oleh Khatimah Muhaqqiqin Ahmad bin Hajar al-Haitamy dalam Fatawinya ketika seseorang bertanya padanya , bagaimana Ulama berpendapat bahwa Nabi bisa melihat orang yang bershalawat kepadanya, padahal dalam detik yang sama ribuan juta ummat muslim bershalawat kepadanya? Beliau menjawab dan jawaban tersebut merupakan penolakan terhadap orang-orang yang mengingkari ru`yah Nabi SAW, pada satu tempat, pada satu masa, dengan bentuk yang berbeda-beda. Ungkapan beliau sebagai berikut :
Dalil secara akal bahwa Rasul SAW dapat dilihat adalah jadikan seolah-olah zatnya Nabi yang mulia itu cermin. Maka setiap orang akan dapat melihat dirinya dalam cermin sebagaimana halnya yang asli bagus atau jelek, sedangkan cermin tetap seperti aslinya, tetap bagus tidak berubah (Fatawi al-Kubra, hal : 9, juz : II).

Maka bagaimana orang Islam akan meragukan kehadiran Nabi dan dapat melihatnya. Sedangkan ruh Nabi-nabi bahkan juga Auliya-auliya Allah SWT apabila tidak lagi terikat dengan jasad kasat akan bertambah martabat mereka, dan mereka bersifat dengan kesempurnaan seperti sifatnya para Malaikat. Pendapat ini telah diakui dan diyakini oleh para Imam-imam besar. Tidak ada yang mengingkari pendapat ini, kecuali seperti pemimpin wahabi Muhammad bin Abdul Wahab yang telah tergelincir dari kebenaran, dan pendapat inilah yang ditelusuri oleh pimpinan Jama`ah Tabligh Muhammad Ilyas.
Sekarang perhatikan dan bacalah dengan baik dan berfikirlah dengan tenang ! Kami Insya Allah akan menukil beberapa pendapat dari Imam (Ulama) yang dapat dipercaya, supaya dapat menyejukkan hati orang yang gemar pada kebenaran yang pasti dan supaya menjadi pertimbangan dan pengetahuan terhadap orang yang berenang dalam kebathilan.
1. Syah Waliyullah Ad-Dahlawy
Beliau adalah seorang Ulama panutan di Negara India Utara. Menurut beliau :
Apabila seseorang meninggal dunia maka ia akan meninggalkan ketergantungannya terhadap dunia kasat dan kembali pada thabiatnya. Maka bertabiatlah ia seperti tabiatnya para Malaikat, dan mendapat ilham seperti ilhamnya Malaikat, dan ia menjadi bagian dari Malaikat. Kesibukan mereka hanyalah meninggikan Kalimat Allah SWT, membantu tentara Allah SWT, dan kadang-kadang mereka mengerjakan sebuah kebaikan untuk manusia (Hujjatullah al-Balighah, hal. :35, juz : I).

Dari ungkapan beliau tersebut dapat kita pahami bahwa benar menganggap bahwa roh-roh manusia yang mulia sama dengan Malaikat dan juga bersifat dan berbuat seperti sifat dan perbuatan Malaikat. Bukankah ini dalil yang membatalkan pandangan orang-orang yang mengingkari hadirnya Nabi SAW. Padahal beliau (Rasulullah SAW) sebanarnya merupakan “asal” dari setiap yang telah ada dan yang akan ada dalam alam (makhluk), dan beliau merupakan sebab untuk sampai kehadhirat Allah SWT sesuai dengan ijma` (kesepakatan) para Ulama.

2. Al-`Alamah al-Qadhi al-Manawy
Dengan nada yang hampir serupa beliau juga mengatakan dalam Ar-Raudhah an-Nadhir `ala Jami` as-Saghir sebagai berikut :
Jiwa-jiwa yang mulia apabila telah berpisah dengan badan kasat, maka ruh ini akan menempati tempat yang tinggi dan tidak tersisa bagi mereka satu hijabpun. Mereka akan melihat apa saja seperti melihat dengan sendirinya atau dengan khabar dari Malaikat. Ini merupakan sebuah rahasia dan keajaiban yang hanya mampu dicapai oleh orang yang diberi kemudahan oleh Allah SWT.

Disini al-Qadhi mengatakan, hal demikian akan dicapai oleh ruh-ruh dari jiwa yang bersih dan suci. Maka bagaimana hal pemimpin seluruh makhluk manusia dan jin, manusia yang dapat memberi pengampunan bagi makhluk lain ? Tentu akan lebih hebat bukan !

3. Sayid Ahmad Zaini Dahlan
Menurut beliau yang dijelaskan dalam “Taqrib Usul” bahwa para `Arifin telah menjelaskan secara gamblang bahwa wali sesudah wafat akan berhubungan ruhnya dengan muridnya, makanya mereka akan memperoleh nur dan Fuyudhat (dapat memahami masalah tanpa usaha) dengan keberkatan gurunya.

4. Quthub al-Irsyad Saidy Abdullah al-Hadad
Beliau juga menyatakan seperti pernyataan yang serupa, yaitu :
Perhatian wali terhadap kerabatnya yang berlindung dengannya lebih besar sesudah wafatnya dibandigkan ketika masih hidupnya, karena para wali ketika masih hidup sibuk dengan taklif (suruhan atau larangan agama). Sementara sesudah wafat, selimut taklif terlepas darinya dan mereka mempunyai kebebasan. Orang yang hidup mempunyai sifat Khususiyah (kemalaikatan) dan sifat Basyariyah (kemanusiaan), kadang-kadang salah satu sifat ini mengalahkan sifat yang lain. Lebih lagi pada zaman sekarang ini, lebih banyak unggul sifat Basyariyah dari Khususiyah. Sedangkan mayat tidak lagi memiliki dua sifat, pada mereka hanya ada satu sifat yaitu Khususiyah saja. Beliau melanjutkan penjelasannya bahwa apabila orang mulia wafat hanya zat dan bentuknya saja yang hilang, adapun hakikat mereka tetap ada. Mereka tetap hidup dalam kubur, tidak ada kekurangan pada mereka baik ilmu, akal dan kekuatan ruhaniyah (kemampuan yang dimiliki ruh). Bahkan ruh mereka sesudah wafat memiliki kuatan melihat lebih hebat dibandingkan pada masa hidup (Taqrib Usul, hal. : 58).

Apabila hal keadaan wali Allah sesudah wafat demikian maka bagaimankan halnya para Anbiya ? Lebih lagi pimpinan Anbiya yaitu Nabi Muhammad SAW. Tidak ada yang mengingkari hal demikian kecuali orang-orang yang mengusung panji-panji bangkai Wahabiyah, orang-orang yang berhias dengan cercaan dan celaan terhadap agama, semoga Allah SWT memelihara kita dari bala-bala seperti mereka. Amiin ya Rabbal `alamin.


PENDIRI TABLIGH, THARIQAH, DAN TASAUF

Telah kami jelaskan pada uraian yang terdahulu bahwa pendiri at-Tabligh mencetus sebuah metode baru yang tidak membedakan antara Sunnah dan Bid`ah, bahkan mereka melarang mengupas tentang Sunnah dan Bid`ah. Mereka juga melarang mempelajari dan mendalami masalah agama yang terdapat khilafiyah. Mereka berpendapat cukuplah membaca dan mempelajari kelebihan-kelebihan ibadat dari karangan-karangan yang telah mereka tentukan yang mereka labelkan dengan nama “belajar”. Kemudian orang-orang yang tidak mengerti tipu daya mereka menganggap merekalah yang berpegang teguh pada metode yang ditempuh para guru-guru agama berdasarkan Hadits dan wirid Auliya. Karenanya zikir dan belajar seperti metode tersebut mereka masukkan dalam “Jeh batin” (program kerja) mereka.

Di sini kami mencoba mengurai “Thariqat” (tata cara dalam beribadat) mereka, karena thariqat merupakan jembatan untuk sampai kehadhirat Allah SWT seperti syair yang digubah oleh Syaikh as-Sarakhsy :
 وإنــما القـــوم مسـافــرون
لحضـرة الـرحــمان ظـاعنـون
 فـافتقـروا فيهــاإلــى دليــل
ذى بصـربـالســير والمقــيل
 قـد سـلك الطـريـق ثـم دعــا
ليخــبر القــوم بــما أفــاد إلخ



 Mengembara manusia haruslah mau
Tujuannya hanyalah Allah SWT yang satu
 Pastilah mereka butuh pemandu
Jalan dan penginapan haruslah ia tahu
 Agar tidak sesat yang dipandu
Haruslah ia sampai dahulu

Muhammad Ilyas menuangkan pendapatnya tentang zikir, thariqat dan amaliyah dalam Malfudhatnya sebagai berikut :
Faedah thariqat hanyalah untuk menggemarkan kepada hukum-hukum Allah SWT, dan benci terhadab larangan-larangan-Nya saja. Inilah saja faedah thariqat. Adapun zikir dan amaliyah khusus ataupun lainya adalah penyebab untuk menghasilkan kegemaran pada hukum dan kebencian terhadap larangan, tapi sayang kebanyakan orang menganggap sebab-sebab inilah yang menjadi tujuan hidup. Padahal sebagian dari sebab ini terdapat bid`ah yang menyesatkan (Malfudhat, hal. : 14).

Dapatlah dipahami secara nyata dari uraian ini bahwa thariqat menurut Muhammad Ilyas hanyalah sebagai penggemar untuk menjunjung perintah dan menjauhi larangan. Apabila kegemaran ini telah diperoleh, tidak dibutuhkan lagi thariqat tersebut. Apabila seseorang telah mau keluar bersama mereka untuk bertabligh ini pertanda bahwa ia telah mencapai kegemaran tersebut, maka tidak mustahil ia tidak akan lagi mencari thariqat (karena dianggap telah menjalaninya) untuk beribadat sesuai dengan tuntunannya.

Perhatikanlah baik-baik uraian di atas, bacalah dengan seksama ! Sekarang perhatikanlah pendapat Ulama-ulama yang bersifat Qana`ah, menguasai ilmu dhahir dan bathin, tidak angkuh dalam berpendapat dan sangat hati-hati dalam urusan agama yaitu As-Syaikh Zainuddin `Ali al-Ma`bary Rahmatullah `alaihi (semoga Allah SWT memberikan mamfaat pada kita dengan sebab keberkatan beliau). Beliau berkata dalam Mandhumah Hidayah al-Azkar tentang amaliyah harian setelah shalat subuh :

 ثم اشتـغل بالـورد لا تتكلمن # مستـقبـلا ومراقبـا ومهـللا
 بطريقـة معهـودة لمشـايـخ # لترى بـها نارا ونورا حـاصلا
 فيضيئ وجه القلب بالنور الجلى # ويصـير مذموم الطبائـع زائلا
 فتصـير أهلا للمشـاهدة التى # هى نعمة عظمى فصر متأهـلا
 حتى إذا شـمس بدت كرميحنا # صلىّ لأشـراق وقـرآنا تـلا إلخ

 Bacalah wirid setelah subuh dan jangan usil
Sambil menghadap qiblat bacalah tahlil
 Ambillah jalan yang telah ditempuh guru
Supaya cahaya hikmah sampai kau tuju
 Kalau hatimu bercahaya dengan Nur Ilahi
Sifat tercela akan hilang sendiri
 Pangkat Musyahadah akan kau dapatkan
Itulah hikmah terbesar impian insan
 Apabila matahari kadar segalah
Bacalah Qur-an lentangkan sajadah

Syaikh Sayid al-Bakri ad-Dimyathy menjelaskan maksud syair tersebut, yaitu :
Maksud dari pensyair adalah : Apabila engkau telah selesai mengerjakan shalat Shubuh tetaplah pelihara adabmu, wiridlah dengan membaca zikir, tasbih, do`a dan ayat-ayat yang telah diurai kelebihannya hingga terbit matahari, Rasulullah SAW bersabda :
من صلىّ الفجر فى جـماعة ثـم قعد يذكرالله حتى تطلـع الشمس ثم صلى ركعتـين كانت كأجر حجـة وعمرة تـامة
“Barang siapa yang mengerjakan shalat Fajar berjama`ah kemudian duduk berzikir kepada Allah SWT hingga terbit matahari, kemudian melaksanakan dua raka`at shalat dhuha, maka fahalanya sama dengan mengerjakan Haji dan `Umrah secara sempurna”.

Hujjatul Islam al-Ghazali berkata :
إن هذا الوقت أعـنى ما بين طلوع الفجر الى طلوع الشمس وقت شريـف ويدل على شرفـه وفضلـه أقسـام الله تعـالى به إلخ
Sesungguhnya waktu ini, maksudnya antara shalat Subuh dan terbit matahari, merupakan waktu yang mulia. Dalil kemuliaan waktu ini adalah Allah SWT bersumpah dengan waktu ini. Maka apabila telah jelas kelebihan waktu ini, duduklah dan jangan berbicara hingga terbitnya matahari. Yang paling pantas engkau kerjakan pada saat ini adalah empat perkara : berdo`a, berzikir dengan musabah, membaca Al-Qur'an dan tafakkur (Kifayatu al-Atqiya`, hal. : 46)

Dari uraian tersebut dapat dipahami dua hal yang signifikan, yaitu :
1. Ulama yang terpercaya berpendapat bahwa Thariqat dan wirid berfaedah untuk menerangi hati dan untuk masuk dalam golongan Al-musyahadah, musyahadah (kemampuan melihat Allah SWT dengan mata hati) adalah salah satu nikmat yang paling besar. Tujuan yang paling utama bagi orang yang sempurna akal adalah mencari jalan untuk sampai kehadhirat Allah SWT dengan bantuan dan petunjuk dari guru-guru yang sempurna ilmunya. Tetapi pemimpin Jama`ah Tabligh berpendapat bahwa tidak terdapat faedah thariqat kecuali membiasakan diri dan untuk gemar dalam amar ma`ruf nahi mungkar. Bukankah ini pembaharuan dalam agama ? Pembaharuan yang sangat menyimpang dari apa yang telah ditempuh oleh Sahabat, Tabi`in, Tabi`-tabi`in dan juga Imam-imam yang muttaqin.
2. Ulama Sufi yang berada dalam jalur Ahlussunah wal Jama`ah menyuruh manusia agar jangan mempunyai kesibukan sesudah salat Subuh hingga terbit matahari kecuali dengan empat pekerjaan, yaitu berdo`a, berzikir, membaca Al-Qur'an dan bertafakkur. Sedangkan pembangun gerakan Jama`ah Tabligh dan juga pengikutnya berpendapat sebaliknya. Mereka menciptakan cara baru untuk amal sesudah salat Subuh sebagaimana disebutkan dalam Dustur Amal tentang pengaturan waktu bahwa setelah selesai salat Subuh membaca Al-Qur'an atau mengajarinya (Dustur Amal, hal : 20).

Tidak tersembunyi lagi apa yang terdapat dalam metode tabligh mereka, yang berpedoman pada Jeh Bathin, di mana mereka memasukkan zikir dan belajar dalam progrm kerja mereka. Zikir yang mereka maksudkan tidaklah sama dengan zikir yang telah diajari oleh Ulama tedahulu berdasarkan thariqat yang telah baku. Belajar yang mereka maksud adalah orang yang dianggap lebih mengerti di antara mereka membaca fadhilat (kelebihan-kelebihan amalan) yang telah dipilih pimpinan mereka, padahal tidak terdapat dalam bacaan tersebut hukum atau tata cara beribadat seperti yang kita lihat dan kita dengar dari pengakuan pengikut-pengikut mereka.

Sekarang alihkanlah perhatian anda pada kekeliruan yang diutarakan pimpinan kelompok ini :
Dalam sekejab guruku memberi ijazah kepadaku untuk mendidik atau mengajari murud-murid tentang wadhifah (amalan) dan juga melatih mereka dalam hal tasauf, karena itu aku ajari mereka kelebihan zikir. Dengan nikmat Allah SWT mereka merasakan lezatnya zikir secara intensif, sampai-sampai aku heran dengan mereka dan dengan derajat yang mereka peroleh. Lalu aku berfikir tetang faedah zikir, maka aku menemukan mereka telah sampai pada sebuah keajaiban yang menyalahi adat kebiasaan, di mana mereka memperoleh kemenangan dalam persidangan, mereka dikaruniai anak yang banyak padahal dulunya mandul, untung besar dalam perdagangan, pertukangan dan usaha-usaha lainnya. Sedangkan Ulama Sufi mengajak manusia untuk ikut mereka, Ulama Sufi memberikan azimat dan penangkal kepada manusia, Ulama Sufi menggemarkan manusia pada tasauf, sehingga manusia yang memuliakan dan menghormati mereka sebenarnya hanya untuk tujuan ini (azimat). Manusia mengikuti jejak mereka hanya karena ingin menjadi seperti mereka, setelah aku kerahkan seluruh pikiranku timbullah rasa tidak suka dalam diriku untuk menempuh jalan ini akhirnya aku membelot (koran Harian Jandarakah, tgl : 29 agustus 1976 M, koresponden : Muhammad Jamal al-Muhadhir)

Bukankah ini penghinaan terhadap thariqat dan tasauf ? Apakah latihan yang ditempuh oleh Ulama Sufi, kesungguhan yang mereka jalani hanya untuk membuat azimat atau mantera saja ? Ketahuilah, inilah propaganda musuh nyata manusia, pekerjaannya manusia kurang waras karena wiswas khannas (tipu daya dari salah satu jin yang ada dalam tubuh manusia). Pernyataan Muhammad Ilyas sama juga seperti kata orang “Bulan Sya`ban berada dalam bulan Ramadhan, maka bolehlah berbukan “Na`uzubillah” . Kita berlindung kepada Allah SWT agar tidak termasuk dalam golongan mereka yang berfikiran seperti ini.

Kesimpulannya adalah bahwa Muhammad Ilyas adalah sosok manusia yang berpedoman pada mimpinya setelah beliau membelot dan meninggalkan jalan Ulama Sufi yang Alim. Sekarang adakah sebuah dalil yang membuktikan bahwa Muhammad Ilyas masih berjalan di atas tuntunan agama Islam yang suci ? Beliau meninggalkan jalan yang ditempuh Ulama-ulama Sufi yang terkenal keta`atan dan kesalehannya. Kalau demikian zikirnya dan tahlilnya Ilyas juga bukan berdasarkan apa yang diperoleh dari gurunya, karena beliau berpedoman pada mimpinya seperti pernyataannya. Itulah igauan orang tidur di siang bolong. Terbukakah hati anda untuk mengikutinya, setelah bukti yang dibuat Muhammad Ilyas sendiri ? Tertutupkah hati anda dari mencampakkannya, setelah anda diceburkan dalam ajarannya yang berdasarkan mimpi semata ?









SIAPAKAH PANUTAN MEREKA

Said abu Hasan Ali an-Nadawy berkata dalam Muhammad Ilyas Auranakay Diny D`autu bahwa :
Pendiri Jama`ah Tabligh yaitu Muhammad Ilyas mulai belajar pada umur 10 tahun sampai dengan umur 20 tahun. Beliau belajar pada gurunya Rasyid Ahmad al-Janjuhy. Rasyid mengajari Ilyas berbeda dengan murid lainnya, beliau memberikan pelajaran extra kepada Ilyas manakala ia tahu kepintaran Ilyas (Diny Da`autu, hal. : 44).

Muhammad Ilyas sendiri sangat memuji gurunya Rasyid, sebagai yang terlihat di bawah ini
Syaikh al-Janjuhy adalah Quthub Irsyad masa sekarang, beliau adalah Mujaddid bagi manusia, tapi tidaklah mesti seorang Mujaddid menampakkan hasil tajdidnya pada dirinya, kapan saja dijumpai sebuah tajdid dari muridnya itulah tajdidnya dengan perantaraan muridnya. Sama juga seperti perbuatan KhulafaurRasyidin, lebih lagi Syikhain (Abu Bakar dan Umar) yang pada hakikatnya merupakan perbuatan Nabi (Malfudhat, hal. : 123).

Kemudian setelah selesai dari al-Janjuhy Muhammad Ilyas belajar pada Al-Khalil Ahmad al-Anbatawy as-Sahahary Nafury dan Asyrafi `Ali at-Tahanuwy. Muhammad Ilyas menjelaskan dalam Malfudhatnya tentang Al-Anbatawy dan at-Tahanuwy sebagai berikut :
Al-Anbatawy telah menempuh berbagai rintangan yang melelahkan, karena itulah hatiku mengharap adalah pengajaran jalan untuknya dan tabligh jalan untukku, maka akan berkembanglah pengajarannya dengan tablighku (Mahfudhat, hal :57). Siapa yang belajar pada at-At-Tahanuwy harus mencintainya dan juga muridnya (Muhammad Ilyas). Ketahuilah, dengan mempelajari karangannya bertambah ilmu, dengan mengikuti muridnya hasillah amal (Mahfudhat, hal : 138).

Ingatlah dari pengakuannya sendiri bahwa beliau berguru pada Rasyid Ahmad al-Janjuhy dan Asyraf Ali at-At-Tahanuwy dari kalangan Ulama India Utara dan guru lainnya yang se jalur dengan kedua gurunya.

Sekarang marilah kita pelajari tentang Rasyid, karangannya dan juga pendapat-pendapatnya. Rasyid adalah orang pertama yang menjadi panutan pendiri Jama`ah Tabligh. Muhammad Ilyas mengklaim bahwa Rasyid seorang Mujaddid dan Qutub al-Irsyad (dua gelar yang sangat dihormati dan dikagumi dalam dunia Islam). Rasyid merupakan salah seorang di antara sekian banyak pemuja Muhammad bin Abdul Wahab yang mengkafirkan ummat Islam karena bertawasul dengan Nabi dan Hamba Allah SWT yang Shalih. Rasyid berkomentar dalam Fatawinya :
Masyarakat mengenal Muhammad bin Abdul Wahab dengan gelar Wahaby, padahal beliau merupakan seorang hamba Allah SWT yang salih. Aku dengar beliau bermazhab Hanbali, beramal dengan Hadits Nabi dan menentang bid`ah dan syirik, tapi tabi`atnya agak sedikit kasar (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 237). Masyarakat mengenal pengikut Muhammad bin Abdul Wahab dengan sebutan Wahabiyah, padahal `Aqidah mereka bagus dan mereka bermazhab Hanbali (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 237).

Adakah yang tidak mengerti dengan sejarah dan pergerakan Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya di jazirah Arab ? Mereka membantai kaum Muslimin, menghalalkan darah dan harta kaum Muslim yang tidak sehaluan dengan mereka. Inilah (Wahabiyah) kelompok penghancur agama yang suci, sebagaimana sinyal yang telah diberikan baginda Rasulullah SAW
يـمرقـون من الديـن مروق السـهم من الرميـة
“Mereka menghancurkan Islam laksana tembusan panah yang lepas dari busurnya”
Bukti kebiadaban kelompok ini dapat kita baca dalam “Durru al-Mukhtar” karangan Asy-Syamy :
Seperti yang telah kami saksikan pada masa kami, pengikut Muhammad bin Abdul Wahab bergerak dari Najdi menyerang dan memporak-poranda dua kota haram yaitu Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah. Mereka mengklaim bahwa mereka penganut mazhab Hanbali dan hanya merekalah orang Islam. Siapa saja yang menentang mereka dianggap kafir. Dengan I`tiqad inilah mereka menghalalkan darah Ahlussunah wal Jama`ah dan membantai seluruh `Alim Ulama sehingga Allah SWT menghancurkan kekuatan mereka ( Mukhtasar Durru al-Mukhtar, hal :2 - 427).

Bacalah sejarah ini yang dibahas secara mendalam dan tajam oleh al-Imam as-Sayid Ahmad Zaini Dhalan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan keberaniannya dengan sebaik-baik balasan.

Rasyid juga berkomertar dalam “Fatawinya” tentang Muhammad Ismail ad-Dahlawy orang yang pertama sekali menabur bibit Wahabiyah di negara India dengan ungkapannya bahwa Maulawy Muhammad Ismail adalah seorang yang alim, muttaqin, penentang bid`ah. Beliau beramal dengan Al-Qur'an dan Hadits, beliau juga memberi petunjuk pada setiap makhluk. Di samping itu Rasyid juga mengklaim bahwa “Taqwiyatul Iman” karangan Muhammad Ismail merupakan karangan yang sangat bagus dan terpercaya, dapat menambah kekuatan iman, isinya mencakup seluruh Al-Qur'an dan Hadits. Buku ini menentang habis-habisan bid`ah dan syirik, maka membaca dan berpedoman pada buku ini adalah hakikat Islam (Fatawy Rasyid, hal : 21).

Berhentilah sejenak, tenangkanlah fikiran anda. Jangan terburu emosi karena emosi sifatnya syaitan. Bacalah dan perhatikanlah baik-baik komentar dari sesepuh Ulama India al`Alamah al-Mufti `ala Madzahibul arba`ah (mufti empat madzhab) Abu as-Su`adat asy-Syaikh Syihabuddin Ahmad Guya asy-Syaliyaty tentang kitab “Taqwiyatul Iman” :
Inilah kitab yang menjadi akar pergerakan Wahaby di India yang menjadi pedoman kelompok pembaharuan dalam agama. Buku ini telah ditentang dan diharamkan oleh Ulama Ahlussunah wal Jama`ah di negaraa India, Mekkah dan Madinah, Arab dan juga negara-negara lainnya. Maka janganlah engkau tertipu dengan isi buku ini karena di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang benar tapi maksudnya bathil. Pikirkanlah matang-matang jangan sampai engkau tertipu. Allahlah tempat memohon Taufiq dan Hidayah. Ismail adalah orang pertama yang terpengaruh dengan faham Ibnu Taimiyah dan faham Najdiyah di negara India. Pengikutnya adalah orang-orang yang disesatkan Allah SWT, Sekelompok orang menjelaskan tetang I`tiqad Muhammad Ismail, di antaranya adalah bahwa Allah SWT mungkin berbohong dan mungkin Nabi SAW ada bandingannya. Fahamilah dengan baik uraian di atas. Kita berlindung kepada Allah SWT dari kesesatan setelah mendapat petunjuk (Daf`u Syarru al-Atsir, hal. : 4).

Dalam Fatawi al-Mukarram Muhammad Tamim Mufti Midrasdisebutkan bahwa :
Kita tidak perlu ragu lagi bahwa nama Taqwiyatul Iman (penguat Iman) yang pantas adalah Takwiyatul Iman (Penyebab keraguan Iman). Ismail mengupas dalam karangannya ini tetang Kufriyat (kekufuran), Dhalalat (kesesatan), Khurafat (tahyul) dan Khaz`abilat (cerit-cerita bohong)). Siapa saja yang meyakini kebenaran buku ini maka ia telah keluar dari lingkungan Islam menurut pendapat kebanyakan Ulama yang masyhur ke`Alimannya.

Apabila anda membaca dengan teliti apa yang telah kami uraikan di atas tentu anda akan berkesimpulan bahwa Rasyid gurunya pembangun Jama`ah Tabligh memuji Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad Ismail ad-Dahlawy. Hal ini sangat bertentangan dengan kelaziman dan apa yang diyakini Ulama Ahlussunah wal Jama`ah. Walaupun sudah jelas siapa Rasyid sebenarnya, marilah kita lihat lebih dalam lagi `Aqidah beliau. Ada beberapa ungkapan Rasyid dalam kitab-kitabnya yang kami nukilkan di sini, yaitu :
1. Rasulullah SAW tidaklah mengetahui hal-hal yang ghaib, dan beliau tidak pernah mengatakan berita-berita ghaib. Telah jelas tersebut dalam Al-Qur'an dan Hadits bahwa Nabi tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, maka siapa saja yang beri`tiqad bahwa Nabi SAW mengetahui hal yang ghaib maka ia menjadi orang yang syirik (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 96).
2. Ilmu ghaib hanya khusus bagi Allah SWT, maka memakai kalimat ilmu ghaib kepada selain Allah SWT bagaimanapun ditakwilkan tidak terlepas dari kemungkinan syirik (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 93).
3. Membayangkan Auliya atau mengharap dapat berjumpa dengan mereka dengan I`tiqad mereka mengetahui apa yang kita harapkan adalah tidak benar dan ditakutkan tergelincir dalam kemusyrikan (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 29).
4. Memanggil Rasulullah SAW dengan kalimat يارسول الله dengan I`tiqad bahwa Nabi dapat mendengar dari jarak jauh adalah kafir. Jika tidak beri`tiqad demikian maka hal tersebut adalah penyerupaan kafir (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 66).
5. Amalan yang bersifat menyeru seperti يا شيـخ عبدالقـادر جيلانـى شيـأ لله tidak dibolehkan. Menurut pendapatku sekalipun tidak membawaki pada syirik namun ucapan ini menyerupai syirik. Namun jika orang yang mengucapkan kalimat tersebut meyakini bahwa Syaikh mengetahui hal ghaib dan ia dapat mengerjarkan sebuah pekerjaan maka orang tersebut telah musyrik. Dan jika beranggapan bahwa Allah SWT mengajarinya atau memberi kasanggupan padanya untuk melakukan sebuah pekerjaan, ini tidaklah tergolong dalam syirik, tapi mengucapkan kalimat-kalimat yang berbau syirik tidak dibolehkan dan merupakan sebuah maksiat (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 50).
6. Memperingati hari lahirnya Rasulullah SAW tidak dibenarkan lagi pada masa sekarang, sama juga hukumnya dengan “al`Urus” (menziarahi maqam Auliya). Sungguh banyak pekerjaan yang boleh dilakukan pada masa dahulu tapi tidak boleh lagi dikerjakan pada masa sekarang, di antaranya memperingati maulid Nabi dan `Urus” (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 105).
7. Petunjuk dari Allah SWT dan yang berhak masuk syurga hanyalah untuk orang-orang yang mengikuti jejakku (Tazkirah ar-Rasyid, hal. :17).

Teranglah bagi orang yang mengedepankan Iman dan akal siapa sebanarnya Rasyid (gurunya Muhammad Ilyas). Pendapat beliau sangat bertentangan dengan Ahlussunah wal Jama`ah dalam masalah berikut ini :
1. Nabi dan Auliya memiliki pengetahuan tentang hal ghaib.
2. Memanggil Nabi dan Auliya Allah SWT setelah wafat.
3. Memperingati hari lahirnya baginda Rasulullah SAW dan juga hamba Allah SWT yang shalih untuk mengingat kembali perjuangan dan biografi mereka.
4. Dan masih banyak lagi pertentangan-pertentangan yang termaktub dalam karangannya.

Termasuk dalam `Aqidahnya pula, beliau meyakini bahwa Allah SWT mungkin berbohong. Kebohongan Allah menurutnya adalah bahwa Allah SWT bisa mengingkari janji yang pernah dibuat-Nya, tapi Allah SWT tidak melakukannya ( Fatawi ar-Rasyid, hal. : 83 ). Dalil yang dikemukakannya adalah bahwa Allah SWT telah berjanji akan melempar Fir`aun dalam neraka, namun demikian Allah SWT mampu untuk membebaskan Fir`aun dari dosa dan mempersilahkannya menempati syurga.

Dalil ini jangankan mengenai sasaran menyentuhnyapun tidak, pernahkah Allah SWT mengingkari janji yang telah diucapkan ? Berbohong seperti ini (mengingkari janji) dianggap sebuah sifat yang tercela pada manusia, apalagi pada Allah SWT selaku pencipta manusia. Allah SWT telah berfirman ومن أصدق من الله حديثا . Adapun mengingkari terhadap perbuatan dhalim, merupakan sifat yang terpuji pada manusia seperti yang tercantum dalam syair ;
وإنـى إذا أوعدته أو وعدته # لمخلف إيعادى ومنجز موعدى

Bila ancaman atau kebahagiaan ku janjikan
kebahagiaan kan ku beri, ancaman ku lupakan




`AQIDAH AD-DAHLAWY, AT-TAHANUWY, AS-SAHARY

Telah kami uraikan tentang `Aqidah al-Janjuhy, gurunya Muhammad Ilyas pendiri Jama`ah Tabligh. Sekarang mari kita simak `Aqidah Muhammad Ismail Ad-Dahlawy yang dikatakan Rasyid bahwa karangannya “Taqwiyatul Iman” merupakan hakikat agama Islam dan kupasan terlengkap maksud Al-Qur'an dan Hadits. Dalam kitab tersebut Ismail berfatwa bahwa :
Memanggil Nabi dengan kalimat يا محمـد dengan I`tiqad bahwa Nabi mengetahui dan dapat melihatnya adalah perbuatan syirik, siapa saja yang menyeru Nabi dan juga Auliya Allah dari jauh (tidak ada di hadapannya karena sudah wafat), maka ia telah mengerjakan sebuah perbuatan syirik. Siapa saja yang meminta sesuatu dengan perantaraan mereka juga telah melakukan perbautan syirik. Menziarahi maqam mereka, menyalakan lampu di perkuburan, membersihkan perkuburan dan juga memberi minuman bagi orang yang menziarahinya merupakan perbuatan syirik dan kafir (Taqwiyatul al-Iman, hal. : 8).

Beliau juga berfatwa dalam makalahnya “As-Sirath al-Mustaqim” bahwa :
Siapa saja yang membayangkan bahwa beliau sedang berzina atau bersetubuh dengan isterinya dalam shalat tidaklah tergolong dalam perbuatan dosa. Akan tetapi jika ia membayangkan seorang Syaikh bahkan Nabi sekalipun adalah dosa, karena membayangkan Nabi dan Auliya lebih keji dari membayangkan lembu dan keledai (As-Sirath al-Mustaqim, hal. : 91)

Perhatikanlah uraian di bawah ini baik-baik, dan berpikirlah dengan tenang. Bukankah uraian ad-Dahlawy tersebut (larangan membayang Nabi dalam shalat) termasuk juga membayangkannya ketika membaca السلام عليك أيهاالنبى ...إلخ . Apakah membayangkan dalam hayalan seolah-olah Nabi ada di hadapan kita tergolong dalam perbuatan syirik ? Apakah ini kalau bukan penyesatan ummat ?
Imam al-Gazali telah menjelaskan dalam karangannya Ihya `Ulumuddin sebagai berikut :

واحضر فى قلبك شخـصه الكريـم وقل سلام عليك أيهـاالنـبى ...إلخ، وليصـدّق آملك فـى أنه يبلغـه ويـرد عليك مـا هو أوفى منه

“Hadirkanlah dalam hatimu sosoknya yang mulia dan katakanlah سلام عليك أيها النبى.. dan yakinlah apa yang kamu ucapkan pasti sampai padanya dan Rasulullah SAW pasti akan membalas dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kamu harapkan” (Ihya `Ulumuddin, hal. :169, juz : I).

Sekarang mari kita telusuri `Aqidah at-Tahanuwy yang dikatan oleh pendiri Jama`ah Tabligh Muhammad Ilyas bahwa belajar dan mengajar bagian Tahanuwy, sedangkan Thariqat bagianku. At-Tahanuwy berkata dalam salah satu karangannya :
Marilah kita bertanya pada mereka yang berpendapat bahwa Nabi mempunyai ilmu tentang hal ghaib, apakah Nabi mengetahui seluruh yang ghaib atau sebagiannya saja ? Kita tak akan menerima bahwa Nabi mengetahui seluruh hal ghaib, namun seandainya Nabi mengetahui sebagian hal ghaib, di manakah letak khususiatnya Nabi, karena si Zaid dan si Amr bahkan orang gila dan binatangpun mengetahui hal seperti ini (Hifdhu al-Iman, hal. : 7-8).

Hanya pada Allah SWT sajalah tempat kita memohon petunjuk dan pertolongan. Di sini at-Tahanuwy mentamsilkan Nabi dengan orang gila dan binatang, karena beliau berkata bahwa tahu atau tidaknya Nabi tentang hal ghaib sama juga seperti orang gila dan binatang, karena beliau meyakini bahwa Nabi tidak mengetahui semua hal ghaib.

Apakah seorang Muslim mau menerima perumpamaan ini ? Relakah seseorang yang mengakui Muhammad bin Abdullah Rasul Mushtafa Nabi akhir zaman diserupakan seperti ini? Akan diamkah seseorang yang mengenal Allah SWT, mengetahui haq dan bathil karena adanya utusan Allah yang suci dari sifat tercela dan sangat jauh dari noda dan nista mendengar perumpamaan ini ? Tidak, sekali-kali tidak ! kecuali mereka-mereka yang tidak mempunyai nurani yang sehat atau mereka yang telah disesatkan Allah SWT dari jalan yang lurus.

At-Tahanuwy juga mengutarakan pendapat dalam makalahnya yang terkenal dengan nama “Bajly al-Jannah” bahwa meminta sesuatu pada orang shalih, mencari hari baik dan hari buruk, mengalungkan uang yang dinazarkan di leher anak-anak, membaca wirid dengan nama orang-orang shalih yang mulia semuanya adalah syirik. Beliau menguraikan secara panjang lebar tentang sebab-sebab atau cara mengambil berkah, kemudian beliau mengklaim bahwa perbuatan tersebut syirik. Inilah fatwa yang sangat menyesatkan ummat manusia, fatwa ini dipelopori oleh kelompok Wahabiyah dan pengikut Ibnu Taimiyah. Dan inilah yang menjadi ajaran Muhammad Ilyas pendiri Jama`ah Tabligh.

Al-Khalil Ahmad as-Shaharu Nafury gurunya Muhammad Ilyas setelah al-Janjuhy menurut keterangan an-Nadawy, berkata :
Keluasan ilmu Iblis dan Malaikat maut didasari dalil yang kongkrit. Adakah sebuah dalil yang menjelaskan tentang keluasan Ilmu Nabi SAW sehingga menyamai ilmu Iblis dan Malaikat maut ? Jelas tidak ada. Dalil yang ada hanyalah kemusyrikan yang sangat bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits (al-Barahin al-Qathi`ah, hal. : 51)

Pikirlah tentang adanya dalil yang menyatakan keluasan ilmu Iblis dan Malaikat maut dibandingkan dengan ilmu Rasulullah SAW. Beliau mengklaim bahwa menentang dalil ini berarti menentang Al-Qur'an dan termasuk dalam kemusyrikan. Dapatlah kita pahami dari penjelasan Muhammad Ilyas pendiri Jama`ah Tabligh dan juga dari penjelasan guru-gurunya al-Janjuhy, at-Tahanuwy, as-Shahary dan ad-Dahlawy bahwa Rasulullah SAW tidaklah mengetahui tentang hal yang ghaib. Beri`tiqad Rasulullah SAW mengetahui yang ghaib dan memanggil Rasulullah SAW merupakan perbutan syirik.

Dari sini dapatlah kita ambil sebuah kesimpulan bahwa di antara perselisihan yang sangat substansial antara Ahlussunah wal Jama`ah dan Jama`ah Tabligh ialah dua pokok masalah yang mendasar, yaitu :
1. Rasulullah SAW dan juga Auliya Allah SWT tidak mengetahui hal-hal ghaib menurut pendapat mereka, sangat berbeda dengan pandangan kita Ahlussunah wal Jama`ah.
2. Mereka mengingkari orang yang telah meninggal bisa mendengar, berbeda dengan apa yang diyakini Ahlussunah wal Jama`ah.







MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB SANDARAN PEMIKIRAN
JAMA`AH TABLIGH

Telah kita maklumi dari uraian terdahulu bahwa al-Janjuhy gurunya Muhammad Ilyas sangat memuji Muhammad bin Abdul Wahab dan `Aqidahnya. Tapi manakala mereka melihat Ahlussunah wal Jama`ah menentang wahabiyah dan pengikutnya saat terkuak kebusukan mereka khususnya perbuatan yang mereka lakukan, di antaranya memporak-porandakan Jazirah Arab, seluruh Muslim mengutuk mereka pada saat itu. Pada saat inilah kelompok Jama`ah Tabligh pernah membuat pernyataan bahwa mereka juga menetang kelompok Wahabiyah ini. Mereka menjelaskan bahwa al-Janjuhy tidak mengenal hal ihwal kelompok Wahabi ini karena itulah ia memujinya. Kemudian Husain Ahmad Madany dan as-Shahary Nufury mengumumkan kebiadaban Wahabiyah dalam surat-surat mereka yang tujuannya hanyalah agar Ahlussunah wal Jama`ah tetap menerima kelompok mereka (Jama`ah Tabligh) dan menganggap kelompok mereka bagus dan tetap berada dalam Islam yang suci.

Kemudian sahabat dekat Muhammad Ilyas dan juga pengikut pertamanya Muhammad Mansur al-Nu`many penulis al-Mahfudhat al-Ilyas juga mengumumkan dalam harian “ad-Da`iy” terbitan Darul `Ulum ad-Dayubanda milik Asyraf Muhammad Thayib murid istimewa as-Sayid Husain Ahmad al-Madany dan juga salah satu pemuka Jama`ah Tabligh tentang pandangan mereka terhadap Muhammad bin Abdul Wahab. Di sini kami nukil sebagian makalahnya yang ditulis pada edisi ketujuh tahun 1398 H., yaitu :
Tidak dapat diragukan lagi Muhammad bin Abdul Wahab adalah sosok yang beragama Islam, mengajak pada kebaikan dan perdamain, mengerjakan amalan-amalan Islam dalam mengembangkan sunnah, membunuh bid`ah dan menghancurkan prinsip-prisip kurafat dan taqlid kemusyrikan. An-Nu`many berkata dalam Muqaddimahnya secara jelas bahwa Syikh Rasyid Ahmad al-Janjuhy pada mulanya berpendapat (sebelum beliau mengenal Muhammad bin Abdul Wahab) bahwa beliau tidak mengenal Muhammad bin Abdul Wahab. Kemudian setelah beliau mengenalnya beliau menjelaskan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab berada dalam `Aqidah yang benar. Beliau sependapat dengan pendapat Muhammad bin Abdul Wahab bahwa meminta pertolongan pada orang yang telah meninggal termasuk dalam perbuatan kurafat (Muqaddimah an-Nu`many, hal. :3, cetakan ke delapan tahun kedua).



Pada cetakan ke sembilan beliau menambahkan :
Syaikh an-Najdy Muhammad bin Abdul Wahab meruntuhkan perkuburan, kubbah dan juga menghancurkan monumen dan tugu-tugu sejarah yang menjadi penyebab kemusyrikan dari masa ke masa. Dalam cetakan ini beliau juga menjelaskan bahwa Ayah Syaikh `Abdul Wahab seorang Ulama besar dan fakih dalam mazhab Ahmad bin Hanbal tidak setuju dengan gerakan anaknya Wahabiyah. Karena anaknya membenci Ulama-ulama Sufi yang terkenal keshalihannya, maka beliau pindah dari Uyainah ke Huraimalah dan menghabiskan sisa umurnya dalam pengasingan di sana, karena Uyainah telah dijadikan markas anaknya untuk mengembangkan fahamnya.

Adakah dalil yang dibutuhkan lagi untuk membuktikan kesesatannya Muhammad bin Abdul Wahab setelah bapaknya sendiri mengasingkan diri darinya dan dari gerakannya karena beliau tahu bahwa gerakan anaknya adalah sesat dan menyesatkan.

Perkataan Ahmad as-Shahary dan Husain Ahmad al-Madany bahwa hukum terhadap mereka (Wahabi) seperti yang telah dijelaskan pengarang Durru al-Mukhtar adalah Bughah, ditakwil oleh an-Nu`many bahwa mereka mengeluarkan pendapat seperti demikian karena mereka belum mengenal siapa Muhammad bin Abdul Wahab. An-Nu`many terus memberi keterangan untuk mematahkan pendapat yang memojokkan Muhammad bin Abdul Wahab dan Ismail ad-Dahlawy yang membangun gerakannya di India utara. Di sini kami tulis kembali komentarnya dalam “Muqaddimah an-Nu`many” sebagai berikut :
Apa yang ditulis Syaikh Khalil Ahmad as-Shahary sebelum 75 tahun lalu merupakan jawaban bagi beberapa pertanyaan Ulama Madinah. Pendapat beliau ini dicetak dalam karangannya “at-Tashdiqiyat”. Begitu juga dengan apa yang ditulis Husain Ahmad al-Madany dalam “asy-Syihab as-Saqib”. Tulisan merekalah yang disebar oleh penentang-penentang Muhammad bin Abdul Wahab dikarenakan tujuan politik atau kepentingan yang tidak berfaedah. Padahal sebelum 55 tahun yang lalu asy-Syaikh telah menarik kembali pendapatnya setelah beliau pergi ke Madinah dan mempelajari pendapat-pendapat Muhammad bin Abdul Wahab dalam karangan-karangannya. Begitu juga ihwal Husain Ahmad al-Madany di mana beliau menjelaskan secara terbuka bahwa apa yang beliau tulis dalam “Syihab as-Shaqib” karena pengaruh berita-berita bohong yang disebarkan musuh Muhammad bin Abdul Wahab. Setelah mereka berdua mempelajari tentang Najdy tersebut mereka menarik kembali seluruh pendapat-pendapat mereka yang memojokkan Muhammad bin Abdul Wahab. Aku seorang pelajar pada waktu Syaikh mengumumkan berita tentang tidak benarnya Muhammad bin Abdul Wahab (Makalah an-Nu`many, hal. : 5, cetakan pertama, tahun ketiga).

Adakah orang yang bimbang dan ragu setelah uraian yang sangat jelas ini bahwa pemuka-pemuka Jama`ah Tabligh mengikuti jejak wahabi setapak demi setapak dalam dakwa syirik terhadap orang yang meminta pertolongan dan syafa`at maupun lainnya melalui para Nabi dan Auliya. Pendapat ini difatwakan secara jelas oleh guru-gurunya Muhammad Ilyas yaitu al-Janjuhy, as-Shahary, Ahmad Madany dan at-Tahanuwy berdasarkan pendapat Ismail Ahmad-Dahlawy yang mengikuti setiap jengkal pendapat Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdy. Dalam pandangan mereka pendapat merekalah yang lebih betul, seperti yang terdapat dalam karangan-karangan mereka. Maka apabila anda memperhatikan secara seksama karangan mereka, anda akan berkesimpulan bahwa Jama`ah Tabligh ini mengkopi pendapat Muhammad bin Abdul Wahab, mereka mengakui kejeniusan Muhammad bin Abdul Wahab secara berlebihan, sehingga mereka menganjurkan ummat Islam untuk mengikuti `Aqidahnya Muhammad bin Abdul Wahab. Jama`ah Tabligh mengklaim setiap orang yang mengingkari dan menentang Muhammad bin Abdul Wahab adalah karena tujuan politik atau karena kepentingan yang tidak berfaedah lainnya.

Sekarang perhatikan baik-baik siapa saja yang menjadi penentang Muhammad bin Abdul Wahab, di antaranya adalah :
1. Bapaknya sendiri Syaikh Abdul Wahab, seorang Muslim yang diakui keshalehan dan kezuhudannya. Apakah bapaknya menentang beliau karena tujuan politik atau tujuan yang tidak jelas lainnya ? Bukan karena kesesatannya. Syaikh Abdul Wahab bukanlah politikus.
2. Abang kandungnya sendiri asy-Syaikh al`Alamah Sulaiman bin Abdul Wahab. Apakah beliau menentang adiknya karena politik ?
3. Gurunya asy-Syaikh al`Alamah Sualiman al-Kurdy. Apakah seorang guru menentang muridnya karena politik ? guru bukanlah politikus.

Sungguh sangat mengherankan alasan yang mereka buat-buat. Berfikirlah sejenak, di sini kami nukilkan sebagian tulisan gurunya asy-Syaikh Sulaiman al-Kurdi yang dikirim buat Muhammad bin Abdul Wahab :

لاسبيل لك تكفـير السواد الأعظم من المسلمين وأنت شاذ من السواد الأعظام فنسـبة الكفر الى من شذ من السواد الأعظام أقرب لأنه إتبع غير سبيل المؤمنين ...إلخ
“Tidak ada alasan bagimu mengkafirkan kelompok besar ummat Islam, sedangkan kamu sendiri tersisih dari kelompok tersebut. Maka “ kafir” lebih dekat pada orang yang terasing dibandingkan kelompok orang banyak, karena orang yang terasing tidak mengikuti jalan yang ditempuh orang mukmin …”

Kemudian perhatikan juga tulisan abangnya yang ditujukan padanya dalam “Ash-Shawa`iqu al-Ilahiyah” :
Tidak pernah seorang Ulamapun berfatwa, siapa saja yang bernazar pada selain Allah SWT murtad, siapa saja yang meminta sesuatu pada selain Allah SWT murtad, siapa saja yang menyentuh kubur dan mengambil tanahnya murtad seperti yang kamu katakan. Kalau memang ada sesuatu padamu maka beritahulah, karena ilmu tidak boleh disembunyikan, akan tetapi kamu berpendapat murtad orang yang tersebut di atas berdalilkan pemahamanmu saja. Kamu lari dari Ijma`(konsesus Ulama), dan kamu kafirkan seluruh ummat Muhammad SAW. Manakala kamu berpendapat siapa saja yang mengerjakan ini (yang tersebut di atas) kafir dan siapa yang tidak mengkafirkan orang yang mengerjakan ini juga kafir, apakah kamu tidak tahu bahwa perbuatan yang kamu kafirkan terdapat di seluruh pelosok Islam serta dikerjakan oleh orang-orang yang khusus dan awam? Bahkan menurut pendapat kebanyakan Ulama perbuatan-perbuatan yang kamu kafirkan telah ada sejak 700 thn yang silam. Walaupun mereka tidak mengerjakannya tapi Ulama tersebut tidak mengkafirkan orang yang mengerjakannya. Ulama tidak memberlakukan hukum murtad terhadap mereka, tetapi yang diberlakukan adalah hukum Muslimin. Berbeda dengan kamu, kamu memfatwakan kafir dan murtad Muslim Mesir dan Muslim lainnya di Negara-negara Islam. Kamu klaim negara mereka sebagai Negara “harb” (negara yang wajib diperangi) bahkan al-Haramain (Makkah dan Madinah) yang muliapun kamu anggap demikian. Padahal dua Negara tersebut telah dijamin oleh Nabi dalam Hadits yang shahih bahwa keduanya tetap negara Islam sampai akhir masa. Penduduk kedua negara tersebut tidak akan menyembah berhala, Dajjalpun tidak dapat memasuki kedua Negara tersebut walau seluruh negeri lain telah dikuasainya. Sedangkan menurutmu seluruh negeri tersebut negari harb, seluruh penduduknya kafir (ash-Shawa`iqu al-Ilahiyah, hal. : 7).

Adakah bukti lain yang dibutuhkan setelah begitu jelasnya uraian di atas tentang kelompok ini. Mereka telah mengkafirkan seluruh ummat Muhammad. Sangat terang dan jelas bahwa kelompok ini sesat menyesatkan, pembaharu yang merobek dan menghancurkan agama Islam yang murni dan damai. Saudaraku ! jangan engkau lupakan sejarah mereka yang telah membantai kaum Muslim, membuat kerusakan yang sangat keji dengan memporak-poranda seluruh Jazirah Arab. Bacalah sejarah mereka yang dikupas secara lengkap dalam “Khulasah al-Kalam fi Bayani Umar al-Balad al-Haram” karangan Sayid Ahmad Zaini Dahlan Mufti al-Haramain asy-Syarifain, wafat tahun 1304 H.
Koreksilah kelakuan mereka dengan penuh kesadaran, maka anda akan menemukan berita kesesatan mereka, bukan berita bohong yang dibuat-buat kerena unsur politik atau keperluan-keperluan yang tidak bermamfaat. Buatlah darah hidung pendiri Jama`ah Tabligh dan pengikutnya bercucuran, tetaplah pada pendirian anda mempelajari sesuatu sebelum mengikutinya, seperti yang dijelaskan dalam syair dibawah ini :
خذ ما تراه ودع شيأ سـمعت به  فى طلعة الشمس مـا يغنيك من زحل
Pedomanilah penglihatanmu, jangan percaya pendengaran
Tatkala mentari terbit kamu tak perlu takut sendirian.
Sekian.





















PENUTUP

الحمد لله حمدا يوافى نعمه ويكافـئ مزيده وصلى الله وسلم أفضل صـلاة وأكمل سـلام
على أشرف مخلوقـاته محمّد وآله وأصحابه وأزواجـه عدد معلومـاته ومدد كلماته وحسبنـا الله ونعم الوكيل ولاحـول ولاقـوة إلا بالله العلى العظيم . اللهم يامحـوّل اللأحـوال حـوّل حـالنا إلى أحسن حـال اللهم إنـّا نسألك بـاالطاهرالنـسب، الكريم الحسب، خـيرالعـجم والعـرب سيدنـا محمّد بن عبد الله بن عبدالمطـّلب، أن تـمحو من صحائـفنا مـازال به البنـان
أوأخل به البيـان وأن تتـقبل منّا ماشطرنا وأن تجعلـه حجة لنـا لاحجة علينا
حتى نتمـنى أنّـنا ماكتبنا وماقرأنـا، اللهم أعتـق رقبنا ورقاب أساتذنـا
ومشايـخنا وأبائـنا وأمهـاتنا وأولادنا وإخوانـنا وعشـيرتنا
وأصحـابنا وأحبـابنا والمسلمـين والمسلمـات
بجـاه سيدنا وحبيبـنا وشفيعـنا ومولانا
محمد من النـار برحمتك ياعـزيز
ياغـفّار ياسـتّار ياحليـم
ياجـبّار ياالله ياالله ياالله
يارحيم برحـمتك
ياأرحم الراحمين . آمـين يا رب العالـمين . Pendiri dan pencetus gerakan ini adalah Muhammad Ilyas Bin Al-Maulawy Ismail (1303 H-1363 H). Pada mulanya beliau mengajar pada Madrasah Madhahiril`ulum, setelah beliau tidak berhasil dalam bidang ini beliau memutar haluannya dengan mendidik pemuda-pemuda dalam hal tasauf. Beliau tidak memperoleh kemenangan dalam urusan ini sebagai mana dakwaannya kecuali hanya menipu orang-orang awam untuk bertasauf yang pada hakikatnya bukan tasauf. Beliau memberi azimat dan penangkal dalam masalah dunia, hukum, perdagangan, pertanian, pengobatan dan lainnya. Beliaulah yang membalikkan Thariqat (Jalan yang ditempuh para Sufi untuk mendekatkan dirinya kepada sang Khaliq) dan Tasauf, beliau menggantikannya dengan tabligh. Uraian selengkapnya dapat dilihat dalam majalah Al-Yarmiyah Jandarakah yang diterbitkan pada tanggal 24 Juli 1976 M.

Muhammad Idris al-Anshary Pimpinan Jama`ah Tabligh di kota Delhi yang juga sahabat karib Muhammad Ilyas dalam karangannya “Tabligh Dustur al`Amal” terbitan percetakan Al-Jamal di kota Delhi mengemukakan penyebab Ilyas mendirikan Jama`ah Tabligh sebagai berikut :
“…Sesudah memikirkan secara mendalam tentang ummat sekarang, dapat dambil sebuah kesimpulan bahwa keberhasilan tidak akan tercapai kecuali dengan empat faktor sebagai mana firman Allah SWT :
(آل عمران :١٣٩) وأنتم الأعلون إن كنتم مؤمنين
1. Tujuan utama dari Islam adalah menggantikan seluruh kebathilan dengan kebenaraan.
2. Kebenaran sebagai pengganti kebathilan tidak akan sempurna kecuali berdasarkan cara dan metode yang telah ditempuh oleh para Nabi-nabi pada masa mereka.
3. Apa saja yang telah dikerjakan muslim pada masa sekarang baik secara berkelompok maupun individu tidaklah berdasarkan jalan yang ditempuh para Anbiya dan tidak bertujuan kepada kebenaran dan kebaikan.
4. Sangat diperlukan sebuah organisasi Islam yang menyatukan ummat untuk kembali kejalan semula.
Untuk tujuan itu maka lahirlah seorang hamba Allah SWT yang salih bernama Muhammad Ilyas untuk meluruskan kembali apa yang selama ini bengkok, beliau mengajak seluruh ummat yang gemar beribadat dengan dasar keislaman dan menjadikan ibadat tersebut manis bagaikan madu, sejuk laksana salju dan beliau juga mendirikan sebuah organisasi baru yang diberi nama Jama`ah Tabligh,(Dustur al-`Amal, hal : 2-3).
Perhatikanlah dengan seksama tuduhan-tuduhan di atas, beliau menuduh bahwa apa saja yang dikerjakan ummat Islam sekarang tidaklah seperti anjuran Rasulullah SAW dan bukan bertujuan menggantikan kebathilan dengan kebenaran di antara ummat manusia. Maka pada masa ini menurut beliau sangatlah dibutuhkan sebuah organisasi baru. Begitu juga penjelasan sahabatnya dan juga pimpinan Jama`ah Tabligh di kota Delhi yang ditulis dalam Qanun Jama`ah Tabligh. Perlu diketahui bahwa dakwaan semacam ini merupakan dakwaan semua orang yang ingin menghancurkan dan memecah-belahkan ummat Islam dan ingin mendirikan sebuah aliran baru yang menyimpang dari `Aqidah Ahlussunnah wal Jama`ah. Inilah perangai orang yang ingin menyesatkan orang lain. Mereka mengaku ummat Islam telah sesat dan terpeleset dari jalan yang benar kemudian mereka menciptakan aliran baru dan membuat undang-undang sesuai dengan keinginan dan pemikiran mereka.

Tokoh lainnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdy yang menyeru ummat Islam kepada tauhid murni dan menjauhi syirik. Mula-mula beliau mengatakan bahwa ummat Islam semenjak 600 tahun yang lalu semuanya telah sesat karena bertawasul dengan para Nabi dan Auliya dan juga mengharap syafa`at dari mereka. Muhammad bin Abdul Wahab mengatakan siapa saja yang bertawasul telah menyekutukan Allah SWT. Bagi orang tersebut halal darah dan hartanya. Masyarakat pedalaman yang kurang pendidikan sebagai mana kita baca dalam sejarah perkembangan wahabi banyak terpengaruh dengan pandangan ini. Pengikut Muhammad bin Abdul Wahab ini juga memaksa kaum Muslimin yang bertawasul untuk meninggalkan dosa yang telah mereka lakukan dan mengikuti amalan mereka.

Beberapa tahun kemudian Abu A`la al-Maududy juga membangun sebuah gerakan yang di beri nama “Jama`at Islamy”. Beliau menjelaskan penyebab dibentuknya Jama`at Islamy didasari oleh pikiran yang mendalam yang akhirnya memutuskan untuk keluar dari ikatan agama Islam yang telah ada. Ini dikarenakan oleh keyakinan beliau jika masih berada dalam Islam seperti yang dianut oleh pendahulunya, maka beliau akan tergolong dalam orang yang menyekutukan Allah. نعوذ بالله secara otomatis pengakuannya itu memberi pengertian bahwa agama Islam yang telah dianut pendahulunya baik itu bapaknya atau kakeknya dan juga orang yang lain yang termasuk di dalamnya Auliya dan Ulama-ulama sebelumnya merupakan ajaran yang salah. Menurut pengakuannya mereka semua menyekutukan Allah SWT .نعوذ بالله Kemudian beliau menciptakan agama baru dan anggotanya adalah setiap orang yang mengaku dan mempedomani لاإله إلاالله dan beliau mengklaim bahwa dirinyalah muslim yang pertama pada masanya (pastilah bapaknya non muslim kalau kita percaya kepadanya). Beliau mengajak seluruh manusia untuk mengikuti agama dan ajaran barunya (ringkasan dari Musliman aur, Maujuduh Siyasi Kisymikisy, hal : 15, India). Begitu juga dengan Muhammad Ilyas, beliau mengatakan bahwa apa yang selama ini dikerjakan kaum Muslim sudah sangat jauh dari apa yang dianjurkan Rasulullah SAW.

Muhammad Mansur an-nu`many berkata :
“Muhammad Ilyas berujar dalam Malfudhatnya bahwa ummat Muhammad SAW pada masa sekarang telah ditimpa sebuah bencana, yaitu semua ibadat mereka hanyalah simbul dan tanda saja, sehingga seluruh pondok pesantren tempat yang diharapkan memperbaiki kebobrokan akhlaq sekarang hanyah tinggal tanda saja” (Malfudhat, hal : 12).


Seorang muballigh dan juga pengikutnya, Muhammad Hasan Khan berkata dalam Muqaddimah Miftahu at-Tabligh, hal : 7 sebagai berikut :
“Pada masa sekarang di mana seluruh ummat telah sangat jauh dari tuntunan agama dan banyak yang mempraktikkan kemusyrikan dan kekafiran, maka Allah SWT mengutuskan Syaikh Muhammad Ilyas dengan penuh mu`jizat dan menyalahi adat untuk memperbaiki ummat dan untuk mengajari agama yang benar kepada ummat ”.

Dapat kita pahami sebagai kesimpulan bahwa seluruh karangan mereka dan juga dari berita yang mereka siarkan bahwa Muhammad Ilyas dibangkitkan untuk membangun agama ketika ummat ini berada dalam keadaan sesat dan semuanya sedang ditimpa bencana kemusyrikan dan kekafiran, juga tiada yang tersisa dari seluruh amal ummat kecuali sebagai simbul dan tanda ibadat saja, begitu juga dengan pondok-pondok pesantren hanyalah tinggal lambang saja. Kalau demikian dari manakah beliau memperoleh Islam yang benar ? dan bagaimanakah beliau menemukan Islam apabila semuanya telah sesat ?
GERAKAN JAMA`AH TABLIGH

Sebagai mana uraian di atas bahwa kelompok ini sama juga seperti sekutunya, mengklaim bahwa seluruh ummat ini telah sesat dan keluar dari petunjuk Ilahy. Pernyataan tersebut sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan Rasulullah SAW dalam Hadits riwayat Turmuzi dari Ibnu Umar ;
إنّ الله لا يـجمــع أمــتي علــى ضـلالـــة الخ
“Sesungguhnya Allah tidak akan membuat ummatku sependapat terhadap sebuah kesesatan”.
Orang yang cerdik tidak akan tertipu dengan pernyataan ini, lebih-lebih lagi para cendikiawan dan ilmuan. Sesudah itu kita coba mengupas sejarah berdirinya gerakan ini. Al-Fadhil Abu Hasan Ali an-Nadawy bercerita tentang pendiri Jama`ah Tabligh dengan mengutip ucapan Muhammad Ilyas sendiri sebagai berikut :
"يقول السيد قد حصل لى الأمر فى إقـامـتى فى المدينـة المنوّرة سـنة ١٣٤٥ هجريـة وبشّرنـى بأننـا نـمضى على يديك هذه الحركة " (محمد اليـاس أوران كى، ديـني دعوت ، صـ :٧٧ )
“Ilyas berkata aku memperoleh sebuah wangsit tatkala aku menetap di Madinah Munawwarah,1345 H dan Allah SWT menyuruhku untuk untuk membuat gerakan ini untuk kamu sekalian.” ( Muhammad Ilyas Aurana Kay, Diny Da`atu, hal : 77)

Pada halaman berikutnya beliau menambahkan ;
وبعـد قـفولـه من هذا السـفر شـرع للـدورة التبـليغـية (صـ :٧٨)
“Sekembalinya dari Madinah beliau langsung mendirikan Jama`ah Tabligh.” (hal : 78)

Dua uraian di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa gerakan ini bertujuan untuk kebaikan dan berdasarkan berita gembira dari Allah SWT. Sekilas ucapan ini memang sangat indah, tapi bukankah orang yang mendapat berita gembira dari Allah SWT dan harus disampaikan kepada ummat merupakan seorang Rasul. Kalau demikian orang yang mengatakan bahwa dirinya mendapat berita gembira dari Allah SWT adalah orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi, padahal kita semua maklum Rasulullah SAW Muhammad bin Abdullah penutup segala Nabi. Apakah tidak menjadi kafir orang yang mendeklarasikan dirinya Nabi .
Muhammad Ilyas juga mengutarakan tentang “Wangsit” nya dalam karangannya Al-Malfudhat, yang hampir serupa seperti cerita kawannya Muhammad Mandhur an-Nu`many. Ketika beliau memberi pelajaran kepada pengikutnya mengatakan bahwa :
“Mimpi merupakan sebuah tanda dari empat puluh enam (46) tanda kenabian. Untuk mencapai derajat yang tinggi melalui mimpi sebagai mana dicapai oleh sebagian orang, tidak akan dapat diperoleh dengan berusaha dan bersungguh-sungguh, karena ilmu yang langsung diberikan oleh Allah SWT dari mimpi merupakan sebuah tanda kenabian. Maka bagaimana tidak mungkin orang tersebut mencapai derajat yang tinggi. Karena ini wahai para pengikutku yang setia usahakanlah tidur pemimpinmu ini nyenyak dan nyaman. Apabila aku kurang tidur karena panas panggillah dokter dan orang pintar, pakailah minyak wangi pada kepalaku bila petunjuknya demikian supaya lebih nyenyak tidurku. ketahuilah! aku menemukan jalan bertabligh ini melalui mimpi ketika aku tidur dan Allah SWT juga mengajariku dalam mimpi penafsiran ayat
كنتم خير أمة أخرجتْ للناس تأمرون بالمعروف ونتهون عن المنكر وتؤمنون بالله
(آل عمران : ١١٠)
…kamu sekalian merupakan sebaik-baik ummat yang diutuskan untuk manusia, engkau menyuruh dengan kebaikan dan melarang segala kemungkaran dan beriman dengan Allah SWT. (Q;S : 3 : 110).


Penafsiran Muhammad Ilyas menyangkut ayat di atas bahwa beliau telah diutus sebagai خـير أمّـة untuk menyampaikan dakwah bagi manusia seperti Nabi-nabi terdahulu. Firman Allah SWT أخرجت menunjukkan bahwa dakwah ini tidak akan sempurna dan terlaksana apabila cara penyampiannya hanya menetap pada satu tempat saja, tapi harus dipergunakan sistem door to door (Malfudhat, Muhammad Ilyas, hal : 50).

Kesalahan dan kekeliruan Muhammad Ilyas adalah menfsirkan Al-Qur'an dengan mimpinya. Beliau mengklaim secara extrim bahwa beliau mempunyai ilmu yang benar melalui mimpi. Mimpi seperti yang beliau peroleh tak mungkin dicapai oleh orang lain walaupun berusaha dengan bersungguh-sungguh. Beliau menafsirkan makna أخرجت dengan sebuah makna yang tidak pernah ditafsirkan oleh Ulama lain dari pada mufassirin yang telah diakui kewara`an dan ilmunya oleh dunia Islam. Muhammad Ilyas juga menyuruh pengikutnya mengusahakan supaya beliau bisa tidur dengan nyenyak. Bukankah penafsiran seperti demikian termasuk dalam penafsiran berdasarkan mimpi atau akal yang tidak didasari dalil naqli?, Rasulullah SAW sangat mengecam orang yang menafsirkan ayat berdasarkan pemikirannya semata :
من فسر القران برأيـه فاليتبـوّأ مقعـده من النار (رواه الترمذى)
…siapa saja yang menafsirkan Al-Qur'an dengan akal pikirannya, maka bersiaplah ia karena tempat kembalinya diakhirat kelak adalah neraka. (H.R : at-Turmuzy)

Cobalah perhatikan pada penafsiran Muhammad Ilyas terhadap firman Allah SWT أخرجت yang menurut pandangannya bahwa amar ma`ruf tidak akan terlaksana kecuali dengan berdakwah dari rumah ke rumah (setelah Islam tersebar luas ke seluruh penjuru dunia). Inilah senjata Muhammad Ilyas agar bisa berkalana dengan orang yang tidak mengenal kanan dan kiri serta tidak mengerti fardhu dan sunat.

Al-`Alamah Ibnu Jarir ath-Thibry dan juga ulama lainnya meriwayat dari para mufassirin dan pendapat inilah yang diakui oleh al-`Alamah ash-Shayuti dalam ad-Durar al-Mansur dimana beliau berkata :
`Abdun bin Hamid, Ibnu Jarir, Ibnu al-Munzir meriwayatkan dari Mujahid tentang firman Allah SWT كنتم خير أمة أخرجت للناس beliau berkata ; Bukanlah maksud dari الناس dalam ayat ini orang Arab tetapi orang `Ajam (selain bangsa Arab) karena Allah SWT telah memberi petunjuk kepada orang Arab dalam firman-Nya :
لست عليهم بـمصيطر (الغاشية :٢٢). وما أنت عليهم بوكيل (الأنعم : ١٠٧)
Dengan demikian orang yang dituju dari lafadh كنتم adalah orang Arab, dalilnya firman Allah SWT sesudah ayat ini ;لو آمـن أهل الكتـاب لـكان خـيرا لهـم (آل عمران : ١١٠) ayat ini merupakan bukti bahwa كنتم adalah orang Arab dan الناس orang `Ajam (selain Arab) (ad-Duraru al-Mansur, II : 64) .

Pikirlah dengan sebaik-baiknya apakah Muhammad Ilyas mengerti penafsiran seperti ini. Dari uraian ini jelas bahwa azas gerakan ini bukanlah Al-Qur'an dan Hadits bahkan bukan juga berdasarkan jalan yang telah ditempuh Ulama Salaf as-Shalihin. Beliau hanya menafsirkan ayat berdasarkan mimpinya semata. Beliau juga mengokohkan gerakannya berdasarkan mimpi. Semua ajaran yang diperoleh melalui mimpi disampaikan untuk pengikutnya. Bukankah ini pembaharuan (Bid`ah) dalam agama!. Rasulullah SAW sangat membenci para pembaharu dalam masalah agama seperti tergambar dalam sabdanya :
مـن أحـدث فـي ديننـا هـذا مـا ليـس منـه فهـو ردّ (رواه الشـيخـان)
“… Siapa saja yang membuat pembaharuan dalam masalah agama, maka pembaharuan tersebut tidak ditolerir”. (HR : Bukhary Muslim)

Al-Hafidh Ibnu Hajar Al`Askalany menguraikan masalah mimpi dalam Muraqatu al-Mafatih `ala Misykat al-Mashabih, juz : I, hal : 420;
رؤيـة غيـر الأنبيـاء عليهـم السلام لا يبتـنى عليه حكم شرعـى (مراقـاة المفـاتيـح علي مشكاة المصابيـح، صـ :٤٢٠، جزأ الأول)
“Mimpi dari selain Nabi tidak boleh dijadikan sandaran hukum dalam masalah agama”.

Bagaimana kita bisa menerima gerakan Muhammad Ilyas ini apabila beliau menjadikan mimpi sebagai azaz gerakannya, sungguh sangat berani beliau menafsirkan ayat berdasarkan mimpinya, memimpin manusia seluruh penjuru bumi dengan mimpinya. Bukankah ini merupakan penipuan dan pemalsuan terhadap hukum-hukum agama. Ini sangat jelas dan bisa dipahami oleh orang-orang yang sangat rendah pemahamannya sekalipun tentang agama.
Al-Qur'an merupakan sebuah kitab suci yang sangat terang dan akan untaian kalimatnya, sangat murni keasliannya karena Allah SWT sendiri yang menjaganya :
وأنزلنـا إليك الذكر لتبـين للنـاس مـانزل اليهم ولعلهم يتفكرون (النحل :٤٤) إنـانحن نزلنـا الذكر وإنـا له لحـافظون (الحجر : ٩)
“ Dan kami turunkan pada mu Al-Qur'an agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada manusia dan supaya mereka memikirkan (an-Nahl : 44)”
“ Sesungguhnya KAMIlah yang menurunkan Al-Qur'an dan sesungguhnya KAMI akan menjaganya (al-Hijr : 9 ) ”

Sungguh sangat berani Muhammad Ilyas mengatakan bahwa Allah SWT menyampaikan padanya tafsir ayat-ayat Al-Qur'an dan ilmu yang benar melalui mimpi. Ini sama juga seperti dakwaan al-Maududy dalam karangannya Tangqihat bahwa kita tidak memerlukan tafsir-tafsir yang telah diakui dunia Islam untuk memahami Al-Qur'an, tapi cukuplah mendalami bahasa arab saja. Dua Syaikh ini yang mengarah pada bid`ah selalu menafsirkan Al-Qur'an berdasarkan pemahaman pikiran mereka, dan mendakwa bahwa faham gerakan mereka sesuai dengan Al-Qur'an dan Hadits. Ini adalah kebohongan yang tak mungkin diragukan lagi.

Muhammad Ilyas telah menjelaskan dalam Tablighy Dustur Al`Amal, hal. 3, bahwa tujuan gerakan ini hanya tiga, yaitu :
1. Meninggikan kalimat Allah SWT
2. Menyebar luaskan Islam
3. Menyatukan `Aqidah Islam
Kalau demikian kita perlu menginvestigasi kembali perkembangan kelompok ini, supaya kita pahami `Aqidah mereka, yang menurut keyakinan mereka bahwa `Aqidah kelompok selain mereka adalah salah. Padahal jika kita periksa `Aqidah pengikut kelompok ini sungguh sangat jauh berbeda dengan apa yang mereka katakan.

Muhammad ilyas juga mengemukakan dalam Malfudhatnya, hal. 31 bahwa :
“Tujuan gerakan kita adalah mengajari apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Inilah maksud dan tujuan kita! Adapun perjalanan kita untuk bertabligh yang kita kenal dengan al-Kisyt hanyalah permulaan dari gerakan kita saja. Kalimah, sembahyang, juga belajar yang selalu berulang-ulang sama juga seperti alif, ba dan ta bagi gerakan kita”.

Nyatalah bagi kita bahwa tujuan gerakan ini adalah menyampaikan apa yang telah diajari Rasulullah SAW dengan metode dan `Aqidah mereka, bukan sebagaimana yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Pada tempat yang lain Muhammad Ilyas mengutarakan maksudnya kepada kawannya Dhahir al-Hasan sebagai berikut :
Kawanku Dhahir al-Hasan, tujuanku sebenarnya tidak seorangpun tahu, kebanyakan orang menyangka gerakan kita ini hanya mengajak untuk shalat saja. Aku bersumpah, demi Allah SWT gerakan kita bukan hanya gerakan shalat saja. Setelah beberapa baris berikutnya beliau berkata dengan wajah gundah seraya berbisik : “kita akan menciptakan kaum yang baru …”(Diny Da`autu, hal : 205).

Perkataan ini menjelaskan bahwa hakikat tujuannya bukan hanya gerakan shalat saja, seperti yang disebar oleh pengikutnya selama ini di seluruh penjuru negeri, tetapi maksudnya adalah membuat pembaharuan dalam masalah thariqat dan `aqidah dengan menyatukan seluruh manusia di bawah fahamnya. Pemahaman seperti ini juga didukung oleh buku mereka yang bernama Makaatib, yang menjelaskan bahwa menurut guru mereka Muhammad Ilyas, Jama`ah Tabligh bertujuan menyatukan syari`at, thariqat, dan haqiqat di bawah payung yang sempurna ( hal. :66 ).
Uraian di atas menjelaskan secara nyata bahwa tujuan kelompok ini yang berazaskan mimpi pemimpinnya adalah menyatukan syari`at, thariqat, dan haqiqat di bawah sebuah pemahaman baru. Kalau demikian adakah yang tersisa dari agama Islam yang kita kenal sekarang ini jika ketiga-tiganya telah disatukan. Nyatalah bagi kita bahwa gerakan ini bertujuan menciptakan agama baru dengan pedoman mimpi pimpinan. Bukankah ini pembaharuan dalam agama? Bukankah ini sebuah kesesatan yang nyata ? Masih butakah kita ?

Sekarang mari kita perhatikan `Aqidah mereka, karena `Aqidah merupakan landasan dan dasar sebuah agama yang tidak bisa ditawar-tawar. Muhammad Idris al-Anshary kawan dekat Muhammad Ilyas bercerita bahwa Aqidah kelompok Jamaah Tabligh adalah
لاإلـه إلاّ الله محمـّد رسـول الله, maksudnya meyakini bahwa tidak ada yang patut untuk disembah kecuali Allah SWT dan Muhammad adalah Rasul Allah SWT (Dustur, hal. : 4). Ini merupakan `Aqidah Islam yang tidak boleh diragukan oleh seorangpun. Tetapi bukankah faham Ahmadiyah Qadiyah, Al-Bahaiyah dan juga faham-faham lain yang keluar dari Islam dengan kesepakatan para ulama yang dapat dipercaya juga mengakui `Aqidah mereka seperti ini. Cukupkah لاإلـه إلاّ الله محمـّد رسـول الله saja sebagai syarat dalam sebuah faham baru diakhir zaman seperti ini, di mana agama Islam telah terpecah kepada 73 kelompok sebagaimana sabda Rasulullah SAW, dan 73 kelompok ini terpecah lagi kepada kelompok yang tidak terhingga. Lebih-lebih lagi mereka menafsirkan kalimat محمـّد رسـول الله bahwa sabda Rasul cukuplah sebagai landasan hukum, beramal cukuplah dengan apa yang difatwakan oleh Rasulullah SAW saja, tidak perlu kepada dalil-dalil yang lain (Dustur, hal : 5). Kesimpulannya, dalam beramal baik itu perintah maupun larangan, cukuplah Hadits sebagai pegangan tidak perlu pada ijma` dan qias. Mereka tidak mendakwakan bahwa dirinya mujtahid karena akan diludahi oleh orang yang mengerti sejarah dan biografi mereka.

Kemudian Muhammad Ilyas menggambarkan dalam Dustur `Amalnya bahwa orang yang memenuhi syarat untuk masuk dalam kelompoknya adalah semua yang mengakui “dua kalimat syahadah” dan mengakuinya sebagai `Aqidah, menyetujui visi Jama`ah Tabligh dan rindu untuk membangun agama Islam. Mereka adalah anggota kelompok ini sekalipun ia tergabung dalam kelompok lain dari berbagai kelompok, atau menetap di ujung dunia. Tidak ada syarat lain untuk menjadi anggota kelompok Jamaah Tabligh selain ini (Dustur `Amal, hal. : 5). Dapat kita pahami dari uraiannya bahwa seluruh manusia yang mengakui dua kalimat syahadah adalah anggota kelompok ini, tidak perduli apakah orangnya Ahmadiyah Qadiyah, Khawarij, Qadariyah, Mu`tazilah, Wahabiyah, Maududiyah, atau pun bukan. Mereka juga tidak perduli kepada dalil selain Al-Qur'an dan Hadits, sekalipun itu sesuatu yang dikerjakan Sahabat Rasulullah SAW atau bertentangan dengan Ijma` (kesepakatan mazhab empat yaitu Maliky, Hanafy, Syafi`iy dan Hanbaly) ataupun bertentangan dengan Qias. Misi mereka adalah menyatukan Syri`at, Thariqat, dan Haqiqat. Adakah sesuatu yang lain setelah kebanaran selain kesesatan dan kebinasaan ?











SIAPA YANG BERHAK DITA`ATI

Telah kita maklumi dari uraian dalam Dustur `Amal bahwa kelompok ini hanya mengambil hukum dari Rasulullah SAW baik itu perintah maupun larangan, walaupun itu berbeda dengan ijma` Imam Mujtahid empat, berbeda dengan tafsir Mufassirin yang mu`tabar atau ahli Hadits. Semua orang apakah mengerti agama atau tidak, faham sastra arab atau tidak boleh mengambil hukum langsung dari Al-Qur'an dan Hadits. Ini juga merupakan dakwaan Jama`at Islamiyahnya al-Maududy sebagai mana tercantum dalam pogram kerjanya. Dengan demikian dua kelompok ini sama pandangannya dalam tidak ada syarat untuk menjadi anggota kelompoknya selain mengakui “dua kalimat syahadat” dan mereka tidak mengambil kecuali apa saja yang ditemui dari Nabi SAW.
Muhammad Ilyas menulis tentang siapa yang harus dipatuhi dalam kelompoknya sebagai berikut :
Dalam agama Islam kepemimpinan merupakan sesuatu yang sangat sakral, jadi siapa saja yang terpilih sebagai pemimpin dalam Jama`ah Tabligh berdasarkan peraturannya, maka dialah yang dikatakan dengan “ULIL AMRI” yang telah dimaklumkan dari syriat yang suci, menta`atinya merupakan kewajiban bagi setiap orang, sama juga hukumnya seperti menta`ati Allah SWT dan RasulNYA.”(Bayan al Imarah, hal : 6). Kemudian beliau jelaskan tentang hukum yang difatwakan oleh “Ulil Amri”nya, “Hukum yang dikeluarlan oleh “Ulil Amri” jika berhubungan dengan agama wajib dita`ati tanpa boleh ditanya dalil dan alasannya, juga tidak boleh ditentang. Menolak hukum yang telah ditentukan oleh “Ulil Amri” karena menganggab remeh atau tidak ridha merupakan dosa besar disisi Allah SWT ( Bayan al Imarah, hal. : 7).

Nyatalah bahwa pemimpin yang dipilih oleh mereka berdasarkan ketentuan yang mereka buat adalah “Ulil Amri”, dan ta`at kepadanya adalah wajib. Tidak boleh melawan hukum dan ucapan mereka tentang masalah yang berhubungan dengan agama. Hukum yang mereka maksudkan disini sebagai mana yang telah kita maklumi dari uraian diatas adalah apa yang mereka pahami dari Rasulullah SAW saja.

Muhammad Ilyas juga menguraikan tentang ketentuan yang harus dijalankan seorang “Ulil Amri”. Wajib terhadap “Ulil Amri” dalam memutuskan sebuah hukum yang khusus meminta pendapat dari Ulul Albab (staf ahli) dari jama`ah, kemudian musyawarah dengan Ashab as-Syura (pemuka agama). Tetapi apabila bertentangan antara pendapat mereka maka Amir (Ulil Amri) mengambil keputusan dengan apa yang dapat menentramkan hatinya, sekalipun pendapat yang diambil tersebut bertentangan dengan seluruh anggota jama`ah ( Bayan al Imarah, hal. : 8). Dari sini dapat kita pahami bahwa mereka tidak menta`ati kecuali apa yang dijumpai dari Rasulullah SAW dan apa yang difatwakan oleh Amirnya, itulah yang wajib dita`ati berdasarkan Al-Qur'an. Allah SWT akan menyiksa orang yang mengingkarinya. Dan juga wajib ta`at kepada Amir walaupun pendapat Amir bertentangan dengan Ulul Albab dan Ashab as-Syura dari Jama`ah Tabligh. Ulul Albab dan Ashab as-Syura ini sebagaimana dimaklumi dari uraian di atas adalah orang yang mengakui dua kalimat syahadah, tidak perlu syarat lainnya.

Sekarang mari kita perhatikan tafsir “Ulil Amri” berdasarkan penafsiran Ulama-ulama yang terdahulu dan mu`tabar. Al`Alamah Abu as-Su`ud berkata bahwa :
Ulil Amri adalah pemimpin yang benar dan adil, seperti KhulafaurRasyidin dan orang yang menempuh jalan mereka. Al-Karakhi berkata “Ulil Amri” adalah umara (pemerintah) muslimin pada masa Rasulullah SAW dan sesudahnya. Kata “Ulil Amri” pemahamannya mencakup kepada Qadhi (hakim) dan panglima peperangan. Ada juga yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah `Alim Ulama dalam masalah agama (Al-Futuhat al-Ilahiyah).

Coba perhatikan dengan seksama apakah pimpinan yang mereka pilih tergolong dalam “Ulil Amri”, yang mereka wajibkan menta`atinya tersebut. Telah kami uraikan sacara jelas dan nyata bahwa dalam kelompok ini terdapat seluruh kelompok Islam yang mengakui dua kalimat syahadah, tidak perduli apakah `Aqidahnya benar atau salah, tergolong dalam bid`ah atau tidak, keluar dari Ahlussunah wal Jama`ah atau tidak. Rasulullah SAW telah menggambarkan kalompok ini dalam sabdanya ;
عن إبن عمرقـال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلـم وأن بنى إسرائـيل تفرقت على ثنتـين وسبعـين مـلّة وتفرق أمـتى على ثلث وسبعـين مـلّة كلـهم فى النـار إلا مـلّة واحدة قالـوا من هم يـا رسول الله قال مـا أنـا وأصحابـى (رواه الترمذى)
Diriwayatkan dari Ibnu `Umar beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda : sesungguhnya bani israil terpecah kepada 72 kelompok, sedangkan ummatku akan tebagi kepada 73 kelompok, satu kelompok dalam Syurga sedangkan lainnya dalam Neraka, para sahabat bertanya siapakah satu kelompok tersebut wahai Rasulullah, beliau menjawab kelompok yang selalu pada jalanku dan jalan sahabatku (HR : Turmuzi).

Sementara dalam riwayat Imam Ahmad dan Abu Daud disebutkan sebagai berikut :
عن معاوية ...ثان وسبعون فى النار وواحدة فى الجنة وهى الجماعة (رواه امام احمد وابودود)
Diriwayatkan dari Mu`awiyah… 72 kelompok dalam Neraka, satu kelompok dalam Syurga, yaitu Al-Jma`ah (Syarah Misykatu al-Mashabih, pada bab al-I`tisham).
Kita selaku kaum Muslimin haruslah mencari kelompok yang satu ini, kelompok yang mendapat kemenangan, kelompok orang yang merindukan Syurga. Dan kita harus menjauhi kelompok yang bertentangan dengan kelompok satu ini, agar kita terlepas dari panasnya api neraka. Kelompok satu ini sebagaimana dipahami dari uraian Hadits adalah Ahlussunah wal Jama`ah. Berikut ini kami kutip beberapa pendapat Ulama yang Mu`tabar dalam masalah kita

1. Ghausul al-A`dham Abdul Qadir Jailani r.a.
Beliau menjelaskan pengertian Hadits ini bahwa diwajibkan terhadap setiap mukmin mengikuti Ahlussunah wal Jama`ah, As-sunnah adalah sesuatu yang telah disunnahkan oleh nabi, dan Al-jama`ah ialah apa saja yang telah disepakati oleh para Sahabatnya yang empat, Khulafaurr Rasyidin yang mendapat petunjuk (bukan wahyu) dari Allah SWT semoga rahmat Allah SWT selalu tercurahkan kepada mereka. Setiap mukmin tidak boleh menjadi anggota kelompok ahli bid`ah bahkan dilarang menghampiri dan memberi salam kepada mereka, karena Imam kita Ahmad bin Hanbal r.a berkata : siapa saja yang memberi salam kepada ahli bid`ah berarti ia mencintai ahli bid`ah, karena Rasulullah SAW bersabda
إفشوا السلام بينكم تحابوا “Jadilah kamu orang yang pertama mengucapkan salam, pasti kamu akan dicintai” (Abdul qadir al-Jailani, Al-ghaniyah li Thalibi al-Haq, juz : I, hal : 90).

2. Al`Alamah Kathimah al-Muhaqqiqin Syihabuddin Ahmad bin Hajar al-Haitamy
Beliau mengutip pendapat Imam Ahmad ini dan mengupasnya secara mendalam dan tajam dalam karangannya (As-Shawa`iqu al-Muhriqah, hal. : 149).
3. Ibnu Hajar al-Haitamy
Beliau mendefinisikan ahli bid`ah dalam karangannya Fathu al-Jawad, yang dimaksudkan dengan mubtadi` (ahli bid`ah) ialah orang yang beri`tiqad sebalik apa yang dii`tiqadi oleh Ahlussunah wal Jama`ah, Ahlussunah wal Jama`ah adalah pengikut Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy (Kurdy, Syarah Ba Fadhal.) Beliau juga menjelaskan tentang mubtadi` dalam karangannya Fatawa al-Haditsah, yang dikatakan dengan ahli bid`ah adalah orang yang berperdapat dan berpedoman bukan seperti keyakinan Ahlussunah wal Jama`ah, yang dimaksud dengan Ahlussunah wal Jama`ah adalah pengikut Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy, tergolong juga dalam kelompok bid`ah orang yang membuat pembaharuan dalam agama (Fatawa al-Haditsah, hal. : 205).

4. Al-Syihab al-Qalyuby
Beliau berkata dalam Hasyiyah Qalyuby `ala Kanzu al-Raghibin bahwa yang dimaksud dengan selain Ahlussunah wal Jama`ah adalah orang yang bertetangan keyakinannya dengan Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy, karena mereka berdua berjalan di atas rel yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dan sahabatnya (Hasyiyah Qalyuby `ala Kanzu al-Raghibin, juz : IV, hal : 322).

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa ummat ini akan terpisah dalam 73 kelompok. Berdasarkan penjelasan dari Rasulullah SAW selaku Shahib (pembawa) syriat, dari sekian banyak golongan tersebut, yang selamat cuma satu yaitu Ahlussunah wal Jama`ah. Setiap orang mukmin wajib mengikuti kelompok ini dan pengikut mereka, supaya selamat dari neraka jahannam. Kelompok yang selamat sejak dulu adalah orang-orang yang mengikuti Imam Abu al-Hasan al`Asy`ary dan Imam Abu Manshur al-Maturidy, jadi bagaimana bisa pada masa sekarang, ada orang yang mendirikan kelompok baru hanya berpondasikan pengakuan ucapan
محمـّد رسـول الله لاإلـه إلاّ الله , tapi tidak berpegang pada `Aqidah Ahlussunah wal Jama`ah.

Kelompok baru yang disebut dengan “Jama`ah Tabligh” berikrar dan membuat undang-undang yang bahwa syarat untuk menjadi anggota atau pengikut kelompok tersebut hanyalah pengakuan atau ikrar محمـّد رسـول الله لاإلـه إلاّ الله walau dari kelompok mana ia berasal, itu tidak menjadi persoalan. Dalam pemahaman mereka, tidak ada hukum yang harus dipatuhi selain dari Rasulullah SAW. Hukum dari para Imam Mujtahid, atau bahkan dari para Sahabat sekalipun tetap tidak mau mereka terima.

Sedangkan yang kita saksikan dari hal perbuatan mereka adalah berbaur dan patuh pada golongan mereka atau golongan yang hampir mirip dengan mereka baik dari “Ahmadiyah qadiyah, Najjariyah, Wahabiyah, Maududiyah dan golongan di luar Islam atau kelompok bid`ah lainnya. Yang sangat fatal lagi mereka menyebarkan ideologi pada orang-orang bodoh dan orang Alim yang tidak tahu sepenuhnya tentang Jama`ah Tabligh bahwa mereka adalah Ahlussunah wal Jama`ah, dan `Aqidah mereka tidak beda dengan Ahlussunah wal Jama`ah. Jalan yang mereka tempuh masih dalam rel Ahlussunah wal Jama`ah. Bukankah ini tipologi dan penyesatan terhadap ummat ?

Jika timbul pertanyaan, tidak adakah cara membenarkan `Aqidah mereka dengan menyusup dari dalam ? Jawabnya adalah bahwa ini kebalikan dari kenyataan yang kita saksikan. Lebih-lebih lagi mereka tidak memberi kesempatan sedikitpun untuk membahas mengenai pembenaran I`tiqad dan mereka membalikkan semua `Aqidah yang benar kepada `Aqidah mereka. Muhammad Idris al-Ansari menulis dalam Dustur Amal ( hal. : 16 ) bahwa tidak ada toleransi atau kesempatan untuk membahas masalah niza`iyyah (persilisihan pendapat) atau furu`iyyah (amaliyah), yang boleh diperbincangkan hanya masalah ketauhidan dan rukun Islam saja. Ungkapan hampir serupa juga kita dapatkan dalam kitab Miftah at-Tabligh halaman 218.
Dasar Jamaah Tabligh menurut pengakuan pendirinya Muhammad Ilyas adalah sebagai berikut :
Dasar gerakan kami ini adalah untuk mencapai keyakinan dalam Iman dan kedudukan (qadar) dalam agama dan tidak sah merincikan hukum-hukum I`tiqad, bahkan dengan sebab demikian akan menambah timbulnya fitnah dan timbulnya keragu-raguan dalam dada manusia (Malfudhat, hal. :116). Dan katanya pula “Kalian menuduh manusia pada sebagian tempat dengan lafadh bid`ah, maka hati-hati (jangan lagi) pada masa yang akan datang engkau ucapkan lafadh tersebut, karena akan menimbulkan fitnah diantara ummat (Al-Makatib, hal. :142).

Dari uraian diatas jelas bagi kita beberapa hal, sebagai berikut :
1. Mereka tidak mempunyai `Aqidah yang khusus untuk bisa digolongkan dalam Ahlussunah wal Jama`ah.
2. Semua kelompok yang 73 bahkan yang di luar Islam termasuk dalam jama`ah mereka.
3. Mereka tidak memberi toleransi untuk urusan `Aqidah, bahkan melarang mempersoalkan masalah `Aqidah.
4. Mereka menyebarkan berita bahwa mereka pengikut para Nabi, dan menempuh jejak Nabi.
5. Mereka tidak mau mencari jalan yang benar didalam `Aqidah, bahkan mereka membuat persepsi pada anggotanya yang bahwa memperdalam tentang `Aqidah menimbulkan fitnah.
6. Boleh saja setiap orang masuk dalam kelompok ini, bergaul dengan mereka, hidup bersama mereka dalam `Aqidah mereka (yang rusak) sepanjang hayatnya, dan juga mereka mendawakan bahwa mereka menjalankan agama secara murni.
7. Mereka melarang memakai lafadh bid`ah dan seumpamanya karena mereka takut menimbulkan fitnah, padahal mereka sendiri sangat transparan mengunakannya.
Dalam kondisi demikian mereka mengumumkan bahwa merekalah Ahlussunah wal Jama`ah.

Pahamilah secara tenang dan baik serta bijaksana ! Para Imam sangat tegas melarang bergaul dengan ahli bid`ah dan berbaur dengan mereka. Quthub al-Aqthab `Abdul Qadir al-Jailany Qaddasa Sirrahu menjelaskan tentang hal ihwal mereka. Beliau juga sangat menentang mereka karena Allah SWT, bukan karena iri atau dengki. Beliau berbuat demikian karena mengharap pahala dan balasan yang sepadan di sisi Allah SWT. Dalam karangannya beliau menulis beberapa Hadits yang berhubungan dengan mereka, antara lain :

وروى عن النبى صلّي الله عليه وسلّم انه قـال :من نظر الى صـاحب بدعة بغضـاله فى الله ملأ الله قلبه أمنـا وإيـمانا ومن انتهـر صـاحب بدعة بغضـا له فى الله أمنـه الله يوم القيـامة ومن استـحقرصـاحب بدعـة رفعـه الله فى الجنـّة مـأة درجة ومن لقيـه بالبشـر او بـمايسره فقداستـخف بـما أنـزل الله على محـمد

Diriwayatkan dari nabi Muhammad SAW bahwa beliau bersabda : Siapa yang melihat kepada ahli bid`ah penuh dengan kemarahan karena Allah SWT, maka Allah SWT akan mengisi hatinya dengan Keamanan dan Keimanan. Dan barang siapa menghardik ahli bid`ah penuh dengan kemarahan karena Allah SWT, maka Allah SWT akan memberikan jaminan kepadanya pada hari qiyamat. Barang siapa yang menghina dan memperolok-olok ahli bid`ah, maka Allah SWT akan mengangkat derajatnya dalam Syurga seratus derajat. Dan barang siapa yang senang berjumpa dengan ahli bid`ah atau membuat senang ahli bid`ah maka ia sudah menganggap enteng apa yang diturunkan Allah SWT kepada RasulullahNYA.

وعن المغـيرة عن إبن عبـّاس قـال : قـال صلّي الله عليه وسلّم أبـى الله عزوجلّ أن يقبل عمل صـاحب البدعـة حتى يدع بدعـته

Diriwayatka dari Al-Mughirah dari Ibnu `Abbas beliau berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Allah SWT enggan menerima amalan ahli bid`ah sehingga ia meninggalkan bid`ahnya.

قـال فضيل بن عيـاض من أحبّ صاحب بدعة أحبط الله عملـه وأخرج نور الإيـمان من قلبه وإذا علّم الله من رجل أنه مبغض لصـاحب بدعة رجوت الله ان يغفـر ذنوبه وإن قـلّ عملـه وإذا رأيت مبتدعـا فى الطريـق فخذ طريقـا آخر )إلى آخر ما أطـال عنهم فى الغنـيّة، صـ : ٩٠ ، جزء الأول(
Berkata Fudhail bin `Iyadh : Siapa saja yang senang terhadap ahli bid`ah niscaya Allah SWT akan menghapus amalannya, dan Allah SWT akan mencabut cahaya Iman dari hatinya. Dan apabila Allah SWT mengetahui tentang seseorang bahwa ia marah terhadap ahli bid`ah, saya berharap Allah SWT mau mengampuni dosanya walaupun sedikit amalannya, dan apabila kamu melihat ahli bid`ah di jalan maka ambillah jalan yang lain. (Lihat kitab Al-Ghaniyah, hal. : 90, juz : I)

Termasuk dalam ahli bid`ah atau Jama`ah Tabligh adalah setiap orang berkedok Islam dan Ahlussunah. Termasuk dalam kelompok Jama`ah Tabligh pula setiap golongan yang tidak membedakan antara Ahlussunah dan ahli bid`ah. Dalam hal ini mereka menyerukan bahwa merekalah orang-orang yang benar. Bukankah ini menyatukan dua hal yang sangat berlawanan, seperti menyatukan minyak dengan air.



















VIRUS WAHABIYAH MEMBEKAS DI LIDAH MUHAMMAD ILYAS

Telah kita ketahui bahwa gerakan ini bersumber dari mimpi pendirinya Muhammad Ilyas, dan mereka mengambil keuntungan dengan licik bahwa golongannya terdiri dari semua orang yang mengucapkan dua kalimah syahadah. Akan tetapi pada celah-celah kalamnya beliau berkata bahwa :
Menghadiri “Khatam Al-Qur'an” dan wirid-wirid memang bagus dan benar dari Ulama-ulama, tetapi jika dalam hal tersebut terdapat tanda-tanda persamaan dengan perbuatan bid`ah, maka seyogyanya dihindari. Mengenai pemakain lafadh “khitab” (kata ganti orang kedua tunggal) yaitu hurufك pada kalimat الصلاة والسلام عليـك ini juga sangat berbahaya. Jika seseorang menganggab Nabi hadir (seolah-olah ada di depannya) dan seolah-olah Nabi bisa dilihatnya atau membayangkan Nabi dalam sebuah bentuk tertentu maka ini sangat dilarang keras. Adapun jika dikarenakan rasa rindu yang amat sangat maka tidak mengapa, tetapi ini memberi peluang bagi syaitan untuk merusak `Aqidah dalam hatinya, karena itu hindarilah karena ini juga sangat berbahaya (Malfudhat, hal. :90).

Perhatikanlah baik-baik ! Beliau mengaku tidak boleh memanggil Nabi dan meng-khitab-nya apabila menganggab Nabi hadir dan Nabi melihatnya walaupun karena sangat rindu atau tanpa sengaja, sebab dapat merusak `Aqidah. Oleh karenanya harus dihindari. Ini merupakan dakwah Wahabiyah, bahkan lebih tragis dari wahaby karena beliau (Muhammad Ilyas) melarang memanggil Nabi walau dalam keadaan rindu yang teramat sangat, sedangkan hal tersebut tidak terlarang bagi orang Islam. Alangkah bodohnya Muhammad Ilyas dan pengikutnya. Kalau demikian, apa sebenarnya yang mereka maksudkan tatkala membaca السلام عليـــك أيها النبى إلخ dalam Tasyahud ?
Sekarang perhatikanlah baik-baik apa yang telah diuraikan oleh Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali dalam karangannya Ihya `Ulumuddin :
Hadirkanlah dalam hatimu sosok Nabi SAW yang mulia dan ucapkanlah السلام عليـــك أيها النبى إلخ , dan hendaklah kamu yakin bahwa Nabi Mustafa mendengarnya, dan beliau akan membalas apa yang kamu ucapkan dengan apa yang lebih baik dari yang kamu sangka (Ihya `Ulumuddin, hal. : 129, juz :I).

Dan juga perhatikan apa yang telah diurai oleh Al-Afandi dalam al-Khazinat :
Mula-mula hendaklah orang yang mengucapkan shalah dan salam mempersiapkan dirinya dan mengucapkan shalah dan salam dengan khitab (menggunakan huruf kaf) dalam keadaan penuh penghormatan dan kesopanan juga penuh adab seraya mengharabkan syafa`at dan bantuan atau sebagai perantaranya kepada Allah SWT. Maka ucapan yang paling cocok baginya pada saat itu adalah :
السلام عليك أيها النبى ورحمة الله وبركاته إلخ (Khazinat alAsrar, hal. : 167)


Al`Arif billah Sayid Muhammad Usman al-Mirghany berkata :
Bayangkanlah seolah-olah kamu berdiri berhadapan dengan Nabi, dan seolah-olah kamu memang bertatap muka dengan beliau, maka sesungguhnya Nabi mendengarkanmu dan melihatmu walau kamu berada di tempat yang jauh, karena sesunguhnya Nabi mendengar dan melihat dengan izin Allah SWT. Maka pastiah tidak tersembunyi dari Nabi sesuatupun dengan izinNYA, jauh maupun dekat”. (Aqrabu at-Thariq ila al-Haq, hal. :14).


Inilah uraian-uraian yang dapat dijadikan sebagai bukti bahwa pada saat Mukhatabah (bershalawat) dianjurkan untuk mengkasadkan bahwa Nabi mendengar dan melihat. Uraian-uraian ini tentu akan membuat hidung Jama`ah Tabligh berdarah, karena mereka melarang keras berbuat seperti ini walaupun dalam kondisi amat rindu. Mereka berkeyakinan bahwa nabi tidak bisa melihat dan mendengar orang yang menyebut namanya. Ini sebenarnya merupakan prinsip dasar gerakan Wahabiyah yang menganggab orang yang sudah meninggal tidak dapat mendengar dan melihat, mereka juga menganggab bahwa al-Hadhrah al-Syarifah (Rasulullah SAW) sama dengan manusia biasa.

Sangat jelas yang dikatakan oleh Khatimah Muhaqqiqin Ahmad bin Hajar al-Haitamy dalam Fatawinya ketika seseorang bertanya padanya , bagaimana Ulama berpendapat bahwa Nabi bisa melihat orang yang bershalawat kepadanya, padahal dalam detik yang sama ribuan juta ummat muslim bershalawat kepadanya? Beliau menjawab dan jawaban tersebut merupakan penolakan terhadap orang-orang yang mengingkari ru`yah Nabi SAW, pada satu tempat, pada satu masa, dengan bentuk yang berbeda-beda. Ungkapan beliau sebagai berikut :
Dalil secara akal bahwa Rasul SAW dapat dilihat adalah jadikan seolah-olah zatnya Nabi yang mulia itu cermin. Maka setiap orang akan dapat melihat dirinya dalam cermin sebagaimana halnya yang asli bagus atau jelek, sedangkan cermin tetap seperti aslinya, tetap bagus tidak berubah (Fatawi al-Kubra, hal : 9, juz : II).

Maka bagaimana orang Islam akan meragukan kehadiran Nabi dan dapat melihatnya. Sedangkan ruh Nabi-nabi bahkan juga Auliya-auliya Allah SWT apabila tidak lagi terikat dengan jasad kasat akan bertambah martabat mereka, dan mereka bersifat dengan kesempurnaan seperti sifatnya para Malaikat. Pendapat ini telah diakui dan diyakini oleh para Imam-imam besar. Tidak ada yang mengingkari pendapat ini, kecuali seperti pemimpin wahabi Muhammad bin Abdul Wahab yang telah tergelincir dari kebenaran, dan pendapat inilah yang ditelusuri oleh pimpinan Jama`ah Tabligh Muhammad Ilyas.
Sekarang perhatikan dan bacalah dengan baik dan berfikirlah dengan tenang ! Kami Insya Allah akan menukil beberapa pendapat dari Imam (Ulama) yang dapat dipercaya, supaya dapat menyejukkan hati orang yang gemar pada kebenaran yang pasti dan supaya menjadi pertimbangan dan pengetahuan terhadap orang yang berenang dalam kebathilan.
1. Syah Waliyullah Ad-Dahlawy
Beliau adalah seorang Ulama panutan di Negara India Utara. Menurut beliau :
Apabila seseorang meninggal dunia maka ia akan meninggalkan ketergantungannya terhadap dunia kasat dan kembali pada thabiatnya. Maka bertabiatlah ia seperti tabiatnya para Malaikat, dan mendapat ilham seperti ilhamnya Malaikat, dan ia menjadi bagian dari Malaikat. Kesibukan mereka hanyalah meninggikan Kalimat Allah SWT, membantu tentara Allah SWT, dan kadang-kadang mereka mengerjakan sebuah kebaikan untuk manusia (Hujjatullah al-Balighah, hal. :35, juz : I).

Dari ungkapan beliau tersebut dapat kita pahami bahwa benar menganggap bahwa roh-roh manusia yang mulia sama dengan Malaikat dan juga bersifat dan berbuat seperti sifat dan perbuatan Malaikat. Bukankah ini dalil yang membatalkan pandangan orang-orang yang mengingkari hadirnya Nabi SAW. Padahal beliau (Rasulullah SAW) sebanarnya merupakan “asal” dari setiap yang telah ada dan yang akan ada dalam alam (makhluk), dan beliau merupakan sebab untuk sampai kehadhirat Allah SWT sesuai dengan ijma` (kesepakatan) para Ulama.

2. Al-`Alamah al-Qadhi al-Manawy
Dengan nada yang hampir serupa beliau juga mengatakan dalam Ar-Raudhah an-Nadhir `ala Jami` as-Saghir sebagai berikut :
Jiwa-jiwa yang mulia apabila telah berpisah dengan badan kasat, maka ruh ini akan menempati tempat yang tinggi dan tidak tersisa bagi mereka satu hijabpun. Mereka akan melihat apa saja seperti melihat dengan sendirinya atau dengan khabar dari Malaikat. Ini merupakan sebuah rahasia dan keajaiban yang hanya mampu dicapai oleh orang yang diberi kemudahan oleh Allah SWT.

Disini al-Qadhi mengatakan, hal demikian akan dicapai oleh ruh-ruh dari jiwa yang bersih dan suci. Maka bagaimana hal pemimpin seluruh makhluk manusia dan jin, manusia yang dapat memberi pengampunan bagi makhluk lain ? Tentu akan lebih hebat bukan !

3. Sayid Ahmad Zaini Dahlan
Menurut beliau yang dijelaskan dalam “Taqrib Usul” bahwa para `Arifin telah menjelaskan secara gamblang bahwa wali sesudah wafat akan berhubungan ruhnya dengan muridnya, makanya mereka akan memperoleh nur dan Fuyudhat (dapat memahami masalah tanpa usaha) dengan keberkatan gurunya.

4. Quthub al-Irsyad Saidy Abdullah al-Hadad
Beliau juga menyatakan seperti pernyataan yang serupa, yaitu :
Perhatian wali terhadap kerabatnya yang berlindung dengannya lebih besar sesudah wafatnya dibandigkan ketika masih hidupnya, karena para wali ketika masih hidup sibuk dengan taklif (suruhan atau larangan agama). Sementara sesudah wafat, selimut taklif terlepas darinya dan mereka mempunyai kebebasan. Orang yang hidup mempunyai sifat Khususiyah (kemalaikatan) dan sifat Basyariyah (kemanusiaan), kadang-kadang salah satu sifat ini mengalahkan sifat yang lain. Lebih lagi pada zaman sekarang ini, lebih banyak unggul sifat Basyariyah dari Khususiyah. Sedangkan mayat tidak lagi memiliki dua sifat, pada mereka hanya ada satu sifat yaitu Khususiyah saja. Beliau melanjutkan penjelasannya bahwa apabila orang mulia wafat hanya zat dan bentuknya saja yang hilang, adapun hakikat mereka tetap ada. Mereka tetap hidup dalam kubur, tidak ada kekurangan pada mereka baik ilmu, akal dan kekuatan ruhaniyah (kemampuan yang dimiliki ruh). Bahkan ruh mereka sesudah wafat memiliki kuatan melihat lebih hebat dibandingkan pada masa hidup (Taqrib Usul, hal. : 58).

Apabila hal keadaan wali Allah sesudah wafat demikian maka bagaimankan halnya para Anbiya ? Lebih lagi pimpinan Anbiya yaitu Nabi Muhammad SAW. Tidak ada yang mengingkari hal demikian kecuali orang-orang yang mengusung panji-panji bangkai Wahabiyah, orang-orang yang berhias dengan cercaan dan celaan terhadap agama, semoga Allah SWT memelihara kita dari bala-bala seperti mereka. Amiin ya Rabbal `alamin.


PENDIRI TABLIGH, THARIQAH, DAN TASAUF

Telah kami jelaskan pada uraian yang terdahulu bahwa pendiri at-Tabligh mencetus sebuah metode baru yang tidak membedakan antara Sunnah dan Bid`ah, bahkan mereka melarang mengupas tentang Sunnah dan Bid`ah. Mereka juga melarang mempelajari dan mendalami masalah agama yang terdapat khilafiyah. Mereka berpendapat cukuplah membaca dan mempelajari kelebihan-kelebihan ibadat dari karangan-karangan yang telah mereka tentukan yang mereka labelkan dengan nama “belajar”. Kemudian orang-orang yang tidak mengerti tipu daya mereka menganggap merekalah yang berpegang teguh pada metode yang ditempuh para guru-guru agama berdasarkan Hadits dan wirid Auliya. Karenanya zikir dan belajar seperti metode tersebut mereka masukkan dalam “Jeh batin” (program kerja) mereka.

Di sini kami mencoba mengurai “Thariqat” (tata cara dalam beribadat) mereka, karena thariqat merupakan jembatan untuk sampai kehadhirat Allah SWT seperti syair yang digubah oleh Syaikh as-Sarakhsy :
 وإنــما القـــوم مسـافــرون
لحضـرة الـرحــمان ظـاعنـون
 فـافتقـروا فيهــاإلــى دليــل
ذى بصـربـالســير والمقــيل
 قـد سـلك الطـريـق ثـم دعــا
ليخــبر القــوم بــما أفــاد إلخ



 Mengembara manusia haruslah mau
Tujuannya hanyalah Allah SWT yang satu
 Pastilah mereka butuh pemandu
Jalan dan penginapan haruslah ia tahu
 Agar tidak sesat yang dipandu
Haruslah ia sampai dahulu

Muhammad Ilyas menuangkan pendapatnya tentang zikir, thariqat dan amaliyah dalam Malfudhatnya sebagai berikut :
Faedah thariqat hanyalah untuk menggemarkan kepada hukum-hukum Allah SWT, dan benci terhadab larangan-larangan-Nya saja. Inilah saja faedah thariqat. Adapun zikir dan amaliyah khusus ataupun lainya adalah penyebab untuk menghasilkan kegemaran pada hukum dan kebencian terhadap larangan, tapi sayang kebanyakan orang menganggap sebab-sebab inilah yang menjadi tujuan hidup. Padahal sebagian dari sebab ini terdapat bid`ah yang menyesatkan (Malfudhat, hal. : 14).

Dapatlah dipahami secara nyata dari uraian ini bahwa thariqat menurut Muhammad Ilyas hanyalah sebagai penggemar untuk menjunjung perintah dan menjauhi larangan. Apabila kegemaran ini telah diperoleh, tidak dibutuhkan lagi thariqat tersebut. Apabila seseorang telah mau keluar bersama mereka untuk bertabligh ini pertanda bahwa ia telah mencapai kegemaran tersebut, maka tidak mustahil ia tidak akan lagi mencari thariqat (karena dianggap telah menjalaninya) untuk beribadat sesuai dengan tuntunannya.

Perhatikanlah baik-baik uraian di atas, bacalah dengan seksama ! Sekarang perhatikanlah pendapat Ulama-ulama yang bersifat Qana`ah, menguasai ilmu dhahir dan bathin, tidak angkuh dalam berpendapat dan sangat hati-hati dalam urusan agama yaitu As-Syaikh Zainuddin `Ali al-Ma`bary Rahmatullah `alaihi (semoga Allah SWT memberikan mamfaat pada kita dengan sebab keberkatan beliau). Beliau berkata dalam Mandhumah Hidayah al-Azkar tentang amaliyah harian setelah shalat subuh :

 ثم اشتـغل بالـورد لا تتكلمن # مستـقبـلا ومراقبـا ومهـللا
 بطريقـة معهـودة لمشـايـخ # لترى بـها نارا ونورا حـاصلا
 فيضيئ وجه القلب بالنور الجلى # ويصـير مذموم الطبائـع زائلا
 فتصـير أهلا للمشـاهدة التى # هى نعمة عظمى فصر متأهـلا
 حتى إذا شـمس بدت كرميحنا # صلىّ لأشـراق وقـرآنا تـلا إلخ

 Bacalah wirid setelah subuh dan jangan usil
Sambil menghadap qiblat bacalah tahlil
 Ambillah jalan yang telah ditempuh guru
Supaya cahaya hikmah sampai kau tuju
 Kalau hatimu bercahaya dengan Nur Ilahi
Sifat tercela akan hilang sendiri
 Pangkat Musyahadah akan kau dapatkan
Itulah hikmah terbesar impian insan
 Apabila matahari kadar segalah
Bacalah Qur-an lentangkan sajadah

Syaikh Sayid al-Bakri ad-Dimyathy menjelaskan maksud syair tersebut, yaitu :
Maksud dari pensyair adalah : Apabila engkau telah selesai mengerjakan shalat Shubuh tetaplah pelihara adabmu, wiridlah dengan membaca zikir, tasbih, do`a dan ayat-ayat yang telah diurai kelebihannya hingga terbit matahari, Rasulullah SAW bersabda :
من صلىّ الفجر فى جـماعة ثـم قعد يذكرالله حتى تطلـع الشمس ثم صلى ركعتـين كانت كأجر حجـة وعمرة تـامة
“Barang siapa yang mengerjakan shalat Fajar berjama`ah kemudian duduk berzikir kepada Allah SWT hingga terbit matahari, kemudian melaksanakan dua raka`at shalat dhuha, maka fahalanya sama dengan mengerjakan Haji dan `Umrah secara sempurna”.

Hujjatul Islam al-Ghazali berkata :
إن هذا الوقت أعـنى ما بين طلوع الفجر الى طلوع الشمس وقت شريـف ويدل على شرفـه وفضلـه أقسـام الله تعـالى به إلخ
Sesungguhnya waktu ini, maksudnya antara shalat Subuh dan terbit matahari, merupakan waktu yang mulia. Dalil kemuliaan waktu ini adalah Allah SWT bersumpah dengan waktu ini. Maka apabila telah jelas kelebihan waktu ini, duduklah dan jangan berbicara hingga terbitnya matahari. Yang paling pantas engkau kerjakan pada saat ini adalah empat perkara : berdo`a, berzikir dengan musabah, membaca Al-Qur'an dan tafakkur (Kifayatu al-Atqiya`, hal. : 46)

Dari uraian tersebut dapat dipahami dua hal yang signifikan, yaitu :
1. Ulama yang terpercaya berpendapat bahwa Thariqat dan wirid berfaedah untuk menerangi hati dan untuk masuk dalam golongan Al-musyahadah, musyahadah (kemampuan melihat Allah SWT dengan mata hati) adalah salah satu nikmat yang paling besar. Tujuan yang paling utama bagi orang yang sempurna akal adalah mencari jalan untuk sampai kehadhirat Allah SWT dengan bantuan dan petunjuk dari guru-guru yang sempurna ilmunya. Tetapi pemimpin Jama`ah Tabligh berpendapat bahwa tidak terdapat faedah thariqat kecuali membiasakan diri dan untuk gemar dalam amar ma`ruf nahi mungkar. Bukankah ini pembaharuan dalam agama ? Pembaharuan yang sangat menyimpang dari apa yang telah ditempuh oleh Sahabat, Tabi`in, Tabi`-tabi`in dan juga Imam-imam yang muttaqin.
2. Ulama Sufi yang berada dalam jalur Ahlussunah wal Jama`ah menyuruh manusia agar jangan mempunyai kesibukan sesudah salat Subuh hingga terbit matahari kecuali dengan empat pekerjaan, yaitu berdo`a, berzikir, membaca Al-Qur'an dan bertafakkur. Sedangkan pembangun gerakan Jama`ah Tabligh dan juga pengikutnya berpendapat sebaliknya. Mereka menciptakan cara baru untuk amal sesudah salat Subuh sebagaimana disebutkan dalam Dustur Amal tentang pengaturan waktu bahwa setelah selesai salat Subuh membaca Al-Qur'an atau mengajarinya (Dustur Amal, hal : 20).

Tidak tersembunyi lagi apa yang terdapat dalam metode tabligh mereka, yang berpedoman pada Jeh Bathin, di mana mereka memasukkan zikir dan belajar dalam progrm kerja mereka. Zikir yang mereka maksudkan tidaklah sama dengan zikir yang telah diajari oleh Ulama tedahulu berdasarkan thariqat yang telah baku. Belajar yang mereka maksud adalah orang yang dianggap lebih mengerti di antara mereka membaca fadhilat (kelebihan-kelebihan amalan) yang telah dipilih pimpinan mereka, padahal tidak terdapat dalam bacaan tersebut hukum atau tata cara beribadat seperti yang kita lihat dan kita dengar dari pengakuan pengikut-pengikut mereka.

Sekarang alihkanlah perhatian anda pada kekeliruan yang diutarakan pimpinan kelompok ini :
Dalam sekejab guruku memberi ijazah kepadaku untuk mendidik atau mengajari murud-murid tentang wadhifah (amalan) dan juga melatih mereka dalam hal tasauf, karena itu aku ajari mereka kelebihan zikir. Dengan nikmat Allah SWT mereka merasakan lezatnya zikir secara intensif, sampai-sampai aku heran dengan mereka dan dengan derajat yang mereka peroleh. Lalu aku berfikir tetang faedah zikir, maka aku menemukan mereka telah sampai pada sebuah keajaiban yang menyalahi adat kebiasaan, di mana mereka memperoleh kemenangan dalam persidangan, mereka dikaruniai anak yang banyak padahal dulunya mandul, untung besar dalam perdagangan, pertukangan dan usaha-usaha lainnya. Sedangkan Ulama Sufi mengajak manusia untuk ikut mereka, Ulama Sufi memberikan azimat dan penangkal kepada manusia, Ulama Sufi menggemarkan manusia pada tasauf, sehingga manusia yang memuliakan dan menghormati mereka sebenarnya hanya untuk tujuan ini (azimat). Manusia mengikuti jejak mereka hanya karena ingin menjadi seperti mereka, setelah aku kerahkan seluruh pikiranku timbullah rasa tidak suka dalam diriku untuk menempuh jalan ini akhirnya aku membelot (koran Harian Jandarakah, tgl : 29 agustus 1976 M, koresponden : Muhammad Jamal al-Muhadhir)

Bukankah ini penghinaan terhadap thariqat dan tasauf ? Apakah latihan yang ditempuh oleh Ulama Sufi, kesungguhan yang mereka jalani hanya untuk membuat azimat atau mantera saja ? Ketahuilah, inilah propaganda musuh nyata manusia, pekerjaannya manusia kurang waras karena wiswas khannas (tipu daya dari salah satu jin yang ada dalam tubuh manusia). Pernyataan Muhammad Ilyas sama juga seperti kata orang “Bulan Sya`ban berada dalam bulan Ramadhan, maka bolehlah berbukan “Na`uzubillah” . Kita berlindung kepada Allah SWT agar tidak termasuk dalam golongan mereka yang berfikiran seperti ini.

Kesimpulannya adalah bahwa Muhammad Ilyas adalah sosok manusia yang berpedoman pada mimpinya setelah beliau membelot dan meninggalkan jalan Ulama Sufi yang Alim. Sekarang adakah sebuah dalil yang membuktikan bahwa Muhammad Ilyas masih berjalan di atas tuntunan agama Islam yang suci ? Beliau meninggalkan jalan yang ditempuh Ulama-ulama Sufi yang terkenal keta`atan dan kesalehannya. Kalau demikian zikirnya dan tahlilnya Ilyas juga bukan berdasarkan apa yang diperoleh dari gurunya, karena beliau berpedoman pada mimpinya seperti pernyataannya. Itulah igauan orang tidur di siang bolong. Terbukakah hati anda untuk mengikutinya, setelah bukti yang dibuat Muhammad Ilyas sendiri ? Tertutupkah hati anda dari mencampakkannya, setelah anda diceburkan dalam ajarannya yang berdasarkan mimpi semata ?









SIAPAKAH PANUTAN MEREKA

Said abu Hasan Ali an-Nadawy berkata dalam Muhammad Ilyas Auranakay Diny D`autu bahwa :
Pendiri Jama`ah Tabligh yaitu Muhammad Ilyas mulai belajar pada umur 10 tahun sampai dengan umur 20 tahun. Beliau belajar pada gurunya Rasyid Ahmad al-Janjuhy. Rasyid mengajari Ilyas berbeda dengan murid lainnya, beliau memberikan pelajaran extra kepada Ilyas manakala ia tahu kepintaran Ilyas (Diny Da`autu, hal. : 44).

Muhammad Ilyas sendiri sangat memuji gurunya Rasyid, sebagai yang terlihat di bawah ini
Syaikh al-Janjuhy adalah Quthub Irsyad masa sekarang, beliau adalah Mujaddid bagi manusia, tapi tidaklah mesti seorang Mujaddid menampakkan hasil tajdidnya pada dirinya, kapan saja dijumpai sebuah tajdid dari muridnya itulah tajdidnya dengan perantaraan muridnya. Sama juga seperti perbuatan KhulafaurRasyidin, lebih lagi Syikhain (Abu Bakar dan Umar) yang pada hakikatnya merupakan perbuatan Nabi (Malfudhat, hal. : 123).

Kemudian setelah selesai dari al-Janjuhy Muhammad Ilyas belajar pada Al-Khalil Ahmad al-Anbatawy as-Sahahary Nafury dan Asyrafi `Ali at-Tahanuwy. Muhammad Ilyas menjelaskan dalam Malfudhatnya tentang Al-Anbatawy dan at-Tahanuwy sebagai berikut :
Al-Anbatawy telah menempuh berbagai rintangan yang melelahkan, karena itulah hatiku mengharap adalah pengajaran jalan untuknya dan tabligh jalan untukku, maka akan berkembanglah pengajarannya dengan tablighku (Mahfudhat, hal :57). Siapa yang belajar pada at-At-Tahanuwy harus mencintainya dan juga muridnya (Muhammad Ilyas). Ketahuilah, dengan mempelajari karangannya bertambah ilmu, dengan mengikuti muridnya hasillah amal (Mahfudhat, hal : 138).

Ingatlah dari pengakuannya sendiri bahwa beliau berguru pada Rasyid Ahmad al-Janjuhy dan Asyraf Ali at-At-Tahanuwy dari kalangan Ulama India Utara dan guru lainnya yang se jalur dengan kedua gurunya.

Sekarang marilah kita pelajari tentang Rasyid, karangannya dan juga pendapat-pendapatnya. Rasyid adalah orang pertama yang menjadi panutan pendiri Jama`ah Tabligh. Muhammad Ilyas mengklaim bahwa Rasyid seorang Mujaddid dan Qutub al-Irsyad (dua gelar yang sangat dihormati dan dikagumi dalam dunia Islam). Rasyid merupakan salah seorang di antara sekian banyak pemuja Muhammad bin Abdul Wahab yang mengkafirkan ummat Islam karena bertawasul dengan Nabi dan Hamba Allah SWT yang Shalih. Rasyid berkomentar dalam Fatawinya :
Masyarakat mengenal Muhammad bin Abdul Wahab dengan gelar Wahaby, padahal beliau merupakan seorang hamba Allah SWT yang salih. Aku dengar beliau bermazhab Hanbali, beramal dengan Hadits Nabi dan menentang bid`ah dan syirik, tapi tabi`atnya agak sedikit kasar (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 237). Masyarakat mengenal pengikut Muhammad bin Abdul Wahab dengan sebutan Wahabiyah, padahal `Aqidah mereka bagus dan mereka bermazhab Hanbali (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 237).

Adakah yang tidak mengerti dengan sejarah dan pergerakan Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya di jazirah Arab ? Mereka membantai kaum Muslimin, menghalalkan darah dan harta kaum Muslim yang tidak sehaluan dengan mereka. Inilah (Wahabiyah) kelompok penghancur agama yang suci, sebagaimana sinyal yang telah diberikan baginda Rasulullah SAW
يـمرقـون من الديـن مروق السـهم من الرميـة
“Mereka menghancurkan Islam laksana tembusan panah yang lepas dari busurnya”
Bukti kebiadaban kelompok ini dapat kita baca dalam “Durru al-Mukhtar” karangan Asy-Syamy :
Seperti yang telah kami saksikan pada masa kami, pengikut Muhammad bin Abdul Wahab bergerak dari Najdi menyerang dan memporak-poranda dua kota haram yaitu Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah. Mereka mengklaim bahwa mereka penganut mazhab Hanbali dan hanya merekalah orang Islam. Siapa saja yang menentang mereka dianggap kafir. Dengan I`tiqad inilah mereka menghalalkan darah Ahlussunah wal Jama`ah dan membantai seluruh `Alim Ulama sehingga Allah SWT menghancurkan kekuatan mereka ( Mukhtasar Durru al-Mukhtar, hal :2 - 427).

Bacalah sejarah ini yang dibahas secara mendalam dan tajam oleh al-Imam as-Sayid Ahmad Zaini Dhalan. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan keberaniannya dengan sebaik-baik balasan.

Rasyid juga berkomertar dalam “Fatawinya” tentang Muhammad Ismail ad-Dahlawy orang yang pertama sekali menabur bibit Wahabiyah di negara India dengan ungkapannya bahwa Maulawy Muhammad Ismail adalah seorang yang alim, muttaqin, penentang bid`ah. Beliau beramal dengan Al-Qur'an dan Hadits, beliau juga memberi petunjuk pada setiap makhluk. Di samping itu Rasyid juga mengklaim bahwa “Taqwiyatul Iman” karangan Muhammad Ismail merupakan karangan yang sangat bagus dan terpercaya, dapat menambah kekuatan iman, isinya mencakup seluruh Al-Qur'an dan Hadits. Buku ini menentang habis-habisan bid`ah dan syirik, maka membaca dan berpedoman pada buku ini adalah hakikat Islam (Fatawy Rasyid, hal : 21).

Berhentilah sejenak, tenangkanlah fikiran anda. Jangan terburu emosi karena emosi sifatnya syaitan. Bacalah dan perhatikanlah baik-baik komentar dari sesepuh Ulama India al`Alamah al-Mufti `ala Madzahibul arba`ah (mufti empat madzhab) Abu as-Su`adat asy-Syaikh Syihabuddin Ahmad Guya asy-Syaliyaty tentang kitab “Taqwiyatul Iman” :
Inilah kitab yang menjadi akar pergerakan Wahaby di India yang menjadi pedoman kelompok pembaharuan dalam agama. Buku ini telah ditentang dan diharamkan oleh Ulama Ahlussunah wal Jama`ah di negaraa India, Mekkah dan Madinah, Arab dan juga negara-negara lainnya. Maka janganlah engkau tertipu dengan isi buku ini karena di dalamnya terdapat kalimat-kalimat yang benar tapi maksudnya bathil. Pikirkanlah matang-matang jangan sampai engkau tertipu. Allahlah tempat memohon Taufiq dan Hidayah. Ismail adalah orang pertama yang terpengaruh dengan faham Ibnu Taimiyah dan faham Najdiyah di negara India. Pengikutnya adalah orang-orang yang disesatkan Allah SWT, Sekelompok orang menjelaskan tetang I`tiqad Muhammad Ismail, di antaranya adalah bahwa Allah SWT mungkin berbohong dan mungkin Nabi SAW ada bandingannya. Fahamilah dengan baik uraian di atas. Kita berlindung kepada Allah SWT dari kesesatan setelah mendapat petunjuk (Daf`u Syarru al-Atsir, hal. : 4).

Dalam Fatawi al-Mukarram Muhammad Tamim Mufti Midrasdisebutkan bahwa :
Kita tidak perlu ragu lagi bahwa nama Taqwiyatul Iman (penguat Iman) yang pantas adalah Takwiyatul Iman (Penyebab keraguan Iman). Ismail mengupas dalam karangannya ini tetang Kufriyat (kekufuran), Dhalalat (kesesatan), Khurafat (tahyul) dan Khaz`abilat (cerit-cerita bohong)). Siapa saja yang meyakini kebenaran buku ini maka ia telah keluar dari lingkungan Islam menurut pendapat kebanyakan Ulama yang masyhur ke`Alimannya.

Apabila anda membaca dengan teliti apa yang telah kami uraikan di atas tentu anda akan berkesimpulan bahwa Rasyid gurunya pembangun Jama`ah Tabligh memuji Muhammad bin Abdul Wahab dan Muhammad Ismail ad-Dahlawy. Hal ini sangat bertentangan dengan kelaziman dan apa yang diyakini Ulama Ahlussunah wal Jama`ah. Walaupun sudah jelas siapa Rasyid sebenarnya, marilah kita lihat lebih dalam lagi `Aqidah beliau. Ada beberapa ungkapan Rasyid dalam kitab-kitabnya yang kami nukilkan di sini, yaitu :
1. Rasulullah SAW tidaklah mengetahui hal-hal yang ghaib, dan beliau tidak pernah mengatakan berita-berita ghaib. Telah jelas tersebut dalam Al-Qur'an dan Hadits bahwa Nabi tidak mengetahui hal-hal yang ghaib, maka siapa saja yang beri`tiqad bahwa Nabi SAW mengetahui hal yang ghaib maka ia menjadi orang yang syirik (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 96).
2. Ilmu ghaib hanya khusus bagi Allah SWT, maka memakai kalimat ilmu ghaib kepada selain Allah SWT bagaimanapun ditakwilkan tidak terlepas dari kemungkinan syirik (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 93).
3. Membayangkan Auliya atau mengharap dapat berjumpa dengan mereka dengan I`tiqad mereka mengetahui apa yang kita harapkan adalah tidak benar dan ditakutkan tergelincir dalam kemusyrikan (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 29).
4. Memanggil Rasulullah SAW dengan kalimat يارسول الله dengan I`tiqad bahwa Nabi dapat mendengar dari jarak jauh adalah kafir. Jika tidak beri`tiqad demikian maka hal tersebut adalah penyerupaan kafir (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 66).
5. Amalan yang bersifat menyeru seperti يا شيـخ عبدالقـادر جيلانـى شيـأ لله tidak dibolehkan. Menurut pendapatku sekalipun tidak membawaki pada syirik namun ucapan ini menyerupai syirik. Namun jika orang yang mengucapkan kalimat tersebut meyakini bahwa Syaikh mengetahui hal ghaib dan ia dapat mengerjarkan sebuah pekerjaan maka orang tersebut telah musyrik. Dan jika beranggapan bahwa Allah SWT mengajarinya atau memberi kasanggupan padanya untuk melakukan sebuah pekerjaan, ini tidaklah tergolong dalam syirik, tapi mengucapkan kalimat-kalimat yang berbau syirik tidak dibolehkan dan merupakan sebuah maksiat (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 50).
6. Memperingati hari lahirnya Rasulullah SAW tidak dibenarkan lagi pada masa sekarang, sama juga hukumnya dengan “al`Urus” (menziarahi maqam Auliya). Sungguh banyak pekerjaan yang boleh dilakukan pada masa dahulu tapi tidak boleh lagi dikerjakan pada masa sekarang, di antaranya memperingati maulid Nabi dan `Urus” (Fatawi ar-Rasyid, hal. : 105).
7. Petunjuk dari Allah SWT dan yang berhak masuk syurga hanyalah untuk orang-orang yang mengikuti jejakku (Tazkirah ar-Rasyid, hal. :17).

Teranglah bagi orang yang mengedepankan Iman dan akal siapa sebanarnya Rasyid (gurunya Muhammad Ilyas). Pendapat beliau sangat bertentangan dengan Ahlussunah wal Jama`ah dalam masalah berikut ini :
1. Nabi dan Auliya memiliki pengetahuan tentang hal ghaib.
2. Memanggil Nabi dan Auliya Allah SWT setelah wafat.
3. Memperingati hari lahirnya baginda Rasulullah SAW dan juga hamba Allah SWT yang shalih untuk mengingat kembali perjuangan dan biografi mereka.
4. Dan masih banyak lagi pertentangan-pertentangan yang termaktub dalam karangannya.

Termasuk dalam `Aqidahnya pula, beliau meyakini bahwa Allah SWT mungkin berbohong. Kebohongan Allah menurutnya adalah bahwa Allah SWT bisa mengingkari janji yang pernah dibuat-Nya, tapi Allah SWT tidak melakukannya ( Fatawi ar-Rasyid, hal. : 83 ). Dalil yang dikemukakannya adalah bahwa Allah SWT telah berjanji akan melempar Fir`aun dalam neraka, namun demikian Allah SWT mampu untuk membebaskan Fir`aun dari dosa dan mempersilahkannya menempati syurga.

Dalil ini jangankan mengenai sasaran menyentuhnyapun tidak, pernahkah Allah SWT mengingkari janji yang telah diucapkan ? Berbohong seperti ini (mengingkari janji) dianggap sebuah sifat yang tercela pada manusia, apalagi pada Allah SWT selaku pencipta manusia. Allah SWT telah berfirman ومن أصدق من الله حديثا . Adapun mengingkari terhadap perbuatan dhalim, merupakan sifat yang terpuji pada manusia seperti yang tercantum dalam syair ;
وإنـى إذا أوعدته أو وعدته # لمخلف إيعادى ومنجز موعدى

Bila ancaman atau kebahagiaan ku janjikan
kebahagiaan kan ku beri, ancaman ku lupakan




`AQIDAH AD-DAHLAWY, AT-TAHANUWY, AS-SAHARY

Telah kami uraikan tentang `Aqidah al-Janjuhy, gurunya Muhammad Ilyas pendiri Jama`ah Tabligh. Sekarang mari kita simak `Aqidah Muhammad Ismail Ad-Dahlawy yang dikatakan Rasyid bahwa karangannya “Taqwiyatul Iman” merupakan hakikat agama Islam dan kupasan terlengkap maksud Al-Qur'an dan Hadits. Dalam kitab tersebut Ismail berfatwa bahwa :
Memanggil Nabi dengan kalimat يا محمـد dengan I`tiqad bahwa Nabi mengetahui dan dapat melihatnya adalah perbuatan syirik, siapa saja yang menyeru Nabi dan juga Auliya Allah dari jauh (tidak ada di hadapannya karena sudah wafat), maka ia telah mengerjakan sebuah perbuatan syirik. Siapa saja yang meminta sesuatu dengan perantaraan mereka juga telah melakukan perbautan syirik. Menziarahi maqam mereka, menyalakan lampu di perkuburan, membersihkan perkuburan dan juga memberi minuman bagi orang yang menziarahinya merupakan perbuatan syirik dan kafir (Taqwiyatul al-Iman, hal. : 8).

Beliau juga berfatwa dalam makalahnya “As-Sirath al-Mustaqim” bahwa :
Siapa saja yang membayangkan bahwa beliau sedang berzina atau bersetubuh dengan isterinya dalam shalat tidaklah tergolong dalam perbuatan dosa. Akan tetapi jika ia membayangkan seorang Syaikh bahkan Nabi sekalipun adalah dosa, karena membayangkan Nabi dan Auliya lebih keji dari membayangkan lembu dan keledai (As-Sirath al-Mustaqim, hal. : 91)

Perhatikanlah uraian di bawah ini baik-baik, dan berpikirlah dengan tenang. Bukankah uraian ad-Dahlawy tersebut (larangan membayang Nabi dalam shalat) termasuk juga membayangkannya ketika membaca السلام عليك أيهاالنبى ...إلخ . Apakah membayangkan dalam hayalan seolah-olah Nabi ada di hadapan kita tergolong dalam perbuatan syirik ? Apakah ini kalau bukan penyesatan ummat ?
Imam al-Gazali telah menjelaskan dalam karangannya Ihya `Ulumuddin sebagai berikut :

واحضر فى قلبك شخـصه الكريـم وقل سلام عليك أيهـاالنـبى ...إلخ، وليصـدّق آملك فـى أنه يبلغـه ويـرد عليك مـا هو أوفى منه

“Hadirkanlah dalam hatimu sosoknya yang mulia dan katakanlah سلام عليك أيها النبى.. dan yakinlah apa yang kamu ucapkan pasti sampai padanya dan Rasulullah SAW pasti akan membalas dengan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kamu harapkan” (Ihya `Ulumuddin, hal. :169, juz : I).

Sekarang mari kita telusuri `Aqidah at-Tahanuwy yang dikatan oleh pendiri Jama`ah Tabligh Muhammad Ilyas bahwa belajar dan mengajar bagian Tahanuwy, sedangkan Thariqat bagianku. At-Tahanuwy berkata dalam salah satu karangannya :
Marilah kita bertanya pada mereka yang berpendapat bahwa Nabi mempunyai ilmu tentang hal ghaib, apakah Nabi mengetahui seluruh yang ghaib atau sebagiannya saja ? Kita tak akan menerima bahwa Nabi mengetahui seluruh hal ghaib, namun seandainya Nabi mengetahui sebagian hal ghaib, di manakah letak khususiatnya Nabi, karena si Zaid dan si Amr bahkan orang gila dan binatangpun mengetahui hal seperti ini (Hifdhu al-Iman, hal. : 7-8).

Hanya pada Allah SWT sajalah tempat kita memohon petunjuk dan pertolongan. Di sini at-Tahanuwy mentamsilkan Nabi dengan orang gila dan binatang, karena beliau berkata bahwa tahu atau tidaknya Nabi tentang hal ghaib sama juga seperti orang gila dan binatang, karena beliau meyakini bahwa Nabi tidak mengetahui semua hal ghaib.

Apakah seorang Muslim mau menerima perumpamaan ini ? Relakah seseorang yang mengakui Muhammad bin Abdullah Rasul Mushtafa Nabi akhir zaman diserupakan seperti ini? Akan diamkah seseorang yang mengenal Allah SWT, mengetahui haq dan bathil karena adanya utusan Allah yang suci dari sifat tercela dan sangat jauh dari noda dan nista mendengar perumpamaan ini ? Tidak, sekali-kali tidak ! kecuali mereka-mereka yang tidak mempunyai nurani yang sehat atau mereka yang telah disesatkan Allah SWT dari jalan yang lurus.

At-Tahanuwy juga mengutarakan pendapat dalam makalahnya yang terkenal dengan nama “Bajly al-Jannah” bahwa meminta sesuatu pada orang shalih, mencari hari baik dan hari buruk, mengalungkan uang yang dinazarkan di leher anak-anak, membaca wirid dengan nama orang-orang shalih yang mulia semuanya adalah syirik. Beliau menguraikan secara panjang lebar tentang sebab-sebab atau cara mengambil berkah, kemudian beliau mengklaim bahwa perbuatan tersebut syirik. Inilah fatwa yang sangat menyesatkan ummat manusia, fatwa ini dipelopori oleh kelompok Wahabiyah dan pengikut Ibnu Taimiyah. Dan inilah yang menjadi ajaran Muhammad Ilyas pendiri Jama`ah Tabligh.

Al-Khalil Ahmad as-Shaharu Nafury gurunya Muhammad Ilyas setelah al-Janjuhy menurut keterangan an-Nadawy, berkata :
Keluasan ilmu Iblis dan Malaikat maut didasari dalil yang kongkrit. Adakah sebuah dalil yang menjelaskan tentang keluasan Ilmu Nabi SAW sehingga menyamai ilmu Iblis dan Malaikat maut ? Jelas tidak ada. Dalil yang ada hanyalah kemusyrikan yang sangat bertentangan dengan Al-Qur'an dan Hadits (al-Barahin al-Qathi`ah, hal. : 51)

Pikirlah tentang adanya dalil yang menyatakan keluasan ilmu Iblis dan Malaikat maut dibandingkan dengan ilmu Rasulullah SAW. Beliau mengklaim bahwa menentang dalil ini berarti menentang Al-Qur'an dan termasuk dalam kemusyrikan. Dapatlah kita pahami dari penjelasan Muhammad Ilyas pendiri Jama`ah Tabligh dan juga dari penjelasan guru-gurunya al-Janjuhy, at-Tahanuwy, as-Shahary dan ad-Dahlawy bahwa Rasulullah SAW tidaklah mengetahui tentang hal yang ghaib. Beri`tiqad Rasulullah SAW mengetahui yang ghaib dan memanggil Rasulullah SAW merupakan perbutan syirik.

Dari sini dapatlah kita ambil sebuah kesimpulan bahwa di antara perselisihan yang sangat substansial antara Ahlussunah wal Jama`ah dan Jama`ah Tabligh ialah dua pokok masalah yang mendasar, yaitu :
1. Rasulullah SAW dan juga Auliya Allah SWT tidak mengetahui hal-hal ghaib menurut pendapat mereka, sangat berbeda dengan pandangan kita Ahlussunah wal Jama`ah.
2. Mereka mengingkari orang yang telah meninggal bisa mendengar, berbeda dengan apa yang diyakini Ahlussunah wal Jama`ah.







MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB SANDARAN PEMIKIRAN
JAMA`AH TABLIGH

Telah kita maklumi dari uraian terdahulu bahwa al-Janjuhy gurunya Muhammad Ilyas sangat memuji Muhammad bin Abdul Wahab dan `Aqidahnya. Tapi manakala mereka melihat Ahlussunah wal Jama`ah menentang wahabiyah dan pengikutnya saat terkuak kebusukan mereka khususnya perbuatan yang mereka lakukan, di antaranya memporak-porandakan Jazirah Arab, seluruh Muslim mengutuk mereka pada saat itu. Pada saat inilah kelompok Jama`ah Tabligh pernah membuat pernyataan bahwa mereka juga menetang kelompok Wahabiyah ini. Mereka menjelaskan bahwa al-Janjuhy tidak mengenal hal ihwal kelompok Wahabi ini karena itulah ia memujinya. Kemudian Husain Ahmad Madany dan as-Shahary Nufury mengumumkan kebiadaban Wahabiyah dalam surat-surat mereka yang tujuannya hanyalah agar Ahlussunah wal Jama`ah tetap menerima kelompok mereka (Jama`ah Tabligh) dan menganggap kelompok mereka bagus dan tetap berada dalam Islam yang suci.

Kemudian sahabat dekat Muhammad Ilyas dan juga pengikut pertamanya Muhammad Mansur al-Nu`many penulis al-Mahfudhat al-Ilyas juga mengumumkan dalam harian “ad-Da`iy” terbitan Darul `Ulum ad-Dayubanda milik Asyraf Muhammad Thayib murid istimewa as-Sayid Husain Ahmad al-Madany dan juga salah satu pemuka Jama`ah Tabligh tentang pandangan mereka terhadap Muhammad bin Abdul Wahab. Di sini kami nukil sebagian makalahnya yang ditulis pada edisi ketujuh tahun 1398 H., yaitu :
Tidak dapat diragukan lagi Muhammad bin Abdul Wahab adalah sosok yang beragama Islam, mengajak pada kebaikan dan perdamain, mengerjakan amalan-amalan Islam dalam mengembangkan sunnah, membunuh bid`ah dan menghancurkan prinsip-prisip kurafat dan taqlid kemusyrikan. An-Nu`many berkata dalam Muqaddimahnya secara jelas bahwa Syikh Rasyid Ahmad al-Janjuhy pada mulanya berpendapat (sebelum beliau mengenal Muhammad bin Abdul Wahab) bahwa beliau tidak mengenal Muhammad bin Abdul Wahab. Kemudian setelah beliau mengenalnya beliau menjelaskan bahwa Muhammad bin Abdul Wahab berada dalam `Aqidah yang benar. Beliau sependapat dengan pendapat Muhammad bin Abdul Wahab bahwa meminta pertolongan pada orang yang telah meninggal termasuk dalam perbuatan kurafat (Muqaddimah an-Nu`many, hal. :3, cetakan ke delapan tahun kedua).



Pada cetakan ke sembilan beliau menambahkan :
Syaikh an-Najdy Muhammad bin Abdul Wahab meruntuhkan perkuburan, kubbah dan juga menghancurkan monumen dan tugu-tugu sejarah yang menjadi penyebab kemusyrikan dari masa ke masa. Dalam cetakan ini beliau juga menjelaskan bahwa Ayah Syaikh `Abdul Wahab seorang Ulama besar dan fakih dalam mazhab Ahmad bin Hanbal tidak setuju dengan gerakan anaknya Wahabiyah. Karena anaknya membenci Ulama-ulama Sufi yang terkenal keshalihannya, maka beliau pindah dari Uyainah ke Huraimalah dan menghabiskan sisa umurnya dalam pengasingan di sana, karena Uyainah telah dijadikan markas anaknya untuk mengembangkan fahamnya.

Adakah dalil yang dibutuhkan lagi untuk membuktikan kesesatannya Muhammad bin Abdul Wahab setelah bapaknya sendiri mengasingkan diri darinya dan dari gerakannya karena beliau tahu bahwa gerakan anaknya adalah sesat dan menyesatkan.

Perkataan Ahmad as-Shahary dan Husain Ahmad al-Madany bahwa hukum terhadap mereka (Wahabi) seperti yang telah dijelaskan pengarang Durru al-Mukhtar adalah Bughah, ditakwil oleh an-Nu`many bahwa mereka mengeluarkan pendapat seperti demikian karena mereka belum mengenal siapa Muhammad bin Abdul Wahab. An-Nu`many terus memberi keterangan untuk mematahkan pendapat yang memojokkan Muhammad bin Abdul Wahab dan Ismail ad-Dahlawy yang membangun gerakannya di India utara. Di sini kami tulis kembali komentarnya dalam “Muqaddimah an-Nu`many” sebagai berikut :
Apa yang ditulis Syaikh Khalil Ahmad as-Shahary sebelum 75 tahun lalu merupakan jawaban bagi beberapa pertanyaan Ulama Madinah. Pendapat beliau ini dicetak dalam karangannya “at-Tashdiqiyat”. Begitu juga dengan apa yang ditulis Husain Ahmad al-Madany dalam “asy-Syihab as-Saqib”. Tulisan merekalah yang disebar oleh penentang-penentang Muhammad bin Abdul Wahab dikarenakan tujuan politik atau kepentingan yang tidak berfaedah. Padahal sebelum 55 tahun yang lalu asy-Syaikh telah menarik kembali pendapatnya setelah beliau pergi ke Madinah dan mempelajari pendapat-pendapat Muhammad bin Abdul Wahab dalam karangan-karangannya. Begitu juga ihwal Husain Ahmad al-Madany di mana beliau menjelaskan secara terbuka bahwa apa yang beliau tulis dalam “Syihab as-Shaqib” karena pengaruh berita-berita bohong yang disebarkan musuh Muhammad bin Abdul Wahab. Setelah mereka berdua mempelajari tentang Najdy tersebut mereka menarik kembali seluruh pendapat-pendapat mereka yang memojokkan Muhammad bin Abdul Wahab. Aku seorang pelajar pada waktu Syaikh mengumumkan berita tentang tidak benarnya Muhammad bin Abdul Wahab (Makalah an-Nu`many, hal. : 5, cetakan pertama, tahun ketiga).

Adakah orang yang bimbang dan ragu setelah uraian yang sangat jelas ini bahwa pemuka-pemuka Jama`ah Tabligh mengikuti jejak wahabi setapak demi setapak dalam dakwa syirik terhadap orang yang meminta pertolongan dan syafa`at maupun lainnya melalui para Nabi dan Auliya. Pendapat ini difatwakan secara jelas oleh guru-gurunya Muhammad Ilyas yaitu al-Janjuhy, as-Shahary, Ahmad Madany dan at-Tahanuwy berdasarkan pendapat Ismail Ahmad-Dahlawy yang mengikuti setiap jengkal pendapat Muhammad bin Abdul Wahab an-Najdy. Dalam pandangan mereka pendapat merekalah yang lebih betul, seperti yang terdapat dalam karangan-karangan mereka. Maka apabila anda memperhatikan secara seksama karangan mereka, anda akan berkesimpulan bahwa Jama`ah Tabligh ini mengkopi pendapat Muhammad bin Abdul Wahab, mereka mengakui kejeniusan Muhammad bin Abdul Wahab secara berlebihan, sehingga mereka menganjurkan ummat Islam untuk mengikuti `Aqidahnya Muhammad bin Abdul Wahab. Jama`ah Tabligh mengklaim setiap orang yang mengingkari dan menentang Muhammad bin Abdul Wahab adalah karena tujuan politik atau karena kepentingan yang tidak berfaedah lainnya.

Sekarang perhatikan baik-baik siapa saja yang menjadi penentang Muhammad bin Abdul Wahab, di antaranya adalah :
1. Bapaknya sendiri Syaikh Abdul Wahab, seorang Muslim yang diakui keshalehan dan kezuhudannya. Apakah bapaknya menentang beliau karena tujuan politik atau tujuan yang tidak jelas lainnya ? Bukan karena kesesatannya. Syaikh Abdul Wahab bukanlah politikus.
2. Abang kandungnya sendiri asy-Syaikh al`Alamah Sulaiman bin Abdul Wahab. Apakah beliau menentang adiknya karena politik ?
3. Gurunya asy-Syaikh al`Alamah Sualiman al-Kurdy. Apakah seorang guru menentang muridnya karena politik ? guru bukanlah politikus.

Sungguh sangat mengherankan alasan yang mereka buat-buat. Berfikirlah sejenak, di sini kami nukilkan sebagian tulisan gurunya asy-Syaikh Sulaiman al-Kurdi yang dikirim buat Muhammad bin Abdul Wahab :

لاسبيل لك تكفـير السواد الأعظم من المسلمين وأنت شاذ من السواد الأعظام فنسـبة الكفر الى من شذ من السواد الأعظام أقرب لأنه إتبع غير سبيل المؤمنين ...إلخ
“Tidak ada alasan bagimu mengkafirkan kelompok besar ummat Islam, sedangkan kamu sendiri tersisih dari kelompok tersebut. Maka “ kafir” lebih dekat pada orang yang terasing dibandingkan kelompok orang banyak, karena orang yang terasing tidak mengikuti jalan yang ditempuh orang mukmin …”

Kemudian perhatikan juga tulisan abangnya yang ditujukan padanya dalam “Ash-Shawa`iqu al-Ilahiyah” :
Tidak pernah seorang Ulamapun berfatwa, siapa saja yang bernazar pada selain Allah SWT murtad, siapa saja yang meminta sesuatu pada selain Allah SWT murtad, siapa saja yang menyentuh kubur dan mengambil tanahnya murtad seperti yang kamu katakan. Kalau memang ada sesuatu padamu maka beritahulah, karena ilmu tidak boleh disembunyikan, akan tetapi kamu berpendapat murtad orang yang tersebut di atas berdalilkan pemahamanmu saja. Kamu lari dari Ijma`(konsesus Ulama), dan kamu kafirkan seluruh ummat Muhammad SAW. Manakala kamu berpendapat siapa saja yang mengerjakan ini (yang tersebut di atas) kafir dan siapa yang tidak mengkafirkan orang yang mengerjakan ini juga kafir, apakah kamu tidak tahu bahwa perbuatan yang kamu kafirkan terdapat di seluruh pelosok Islam serta dikerjakan oleh orang-orang yang khusus dan awam? Bahkan menurut pendapat kebanyakan Ulama perbuatan-perbuatan yang kamu kafirkan telah ada sejak 700 thn yang silam. Walaupun mereka tidak mengerjakannya tapi Ulama tersebut tidak mengkafirkan orang yang mengerjakannya. Ulama tidak memberlakukan hukum murtad terhadap mereka, tetapi yang diberlakukan adalah hukum Muslimin. Berbeda dengan kamu, kamu memfatwakan kafir dan murtad Muslim Mesir dan Muslim lainnya di Negara-negara Islam. Kamu klaim negara mereka sebagai Negara “harb” (negara yang wajib diperangi) bahkan al-Haramain (Makkah dan Madinah) yang muliapun kamu anggap demikian. Padahal dua Negara tersebut telah dijamin oleh Nabi dalam Hadits yang shahih bahwa keduanya tetap negara Islam sampai akhir masa. Penduduk kedua negara tersebut tidak akan menyembah berhala, Dajjalpun tidak dapat memasuki kedua Negara tersebut walau seluruh negeri lain telah dikuasainya. Sedangkan menurutmu seluruh negeri tersebut negari harb, seluruh penduduknya kafir (ash-Shawa`iqu al-Ilahiyah, hal. : 7).

Adakah bukti lain yang dibutuhkan setelah begitu jelasnya uraian di atas tentang kelompok ini. Mereka telah mengkafirkan seluruh ummat Muhammad. Sangat terang dan jelas bahwa kelompok ini sesat menyesatkan, pembaharu yang merobek dan menghancurkan agama Islam yang murni dan damai. Saudaraku ! jangan engkau lupakan sejarah mereka yang telah membantai kaum Muslim, membuat kerusakan yang sangat keji dengan memporak-poranda seluruh Jazirah Arab. Bacalah sejarah mereka yang dikupas secara lengkap dalam “Khulasah al-Kalam fi Bayani Umar al-Balad al-Haram” karangan Sayid Ahmad Zaini Dahlan Mufti al-Haramain asy-Syarifain, wafat tahun 1304 H.
Koreksilah kelakuan mereka dengan penuh kesadaran, maka anda akan menemukan berita kesesatan mereka, bukan berita bohong yang dibuat-buat kerena unsur politik atau keperluan-keperluan yang tidak bermamfaat. Buatlah darah hidung pendiri Jama`ah Tabligh dan pengikutnya bercucuran, tetaplah pada pendirian anda mempelajari sesuatu sebelum mengikutinya, seperti yang dijelaskan dalam syair dibawah ini :
خذ ما تراه ودع شيأ سـمعت به  فى طلعة الشمس مـا يغنيك من زحل
Pedomanilah penglihatanmu, jangan percaya pendengaran
Tatkala mentari terbit kamu tak perlu takut sendirian.
Sekian.





















PENUTUP

الحمد لله حمدا يوافى نعمه ويكافـئ مزيده وصلى الله وسلم أفضل صـلاة وأكمل سـلام
على أشرف مخلوقـاته محمّد وآله وأصحابه وأزواجـه عدد معلومـاته ومدد كلماته وحسبنـا الله ونعم الوكيل ولاحـول ولاقـوة إلا بالله العلى العظيم . اللهم يامحـوّل اللأحـوال حـوّل حـالنا إلى أحسن حـال اللهم إنـّا نسألك بـاالطاهرالنـسب، الكريم الحسب، خـيرالعـجم والعـرب سيدنـا محمّد بن عبد الله بن عبدالمطـّلب، أن تـمحو من صحائـفنا مـازال به البنـان
أوأخل به البيـان وأن تتـقبل منّا ماشطرنا وأن تجعلـه حجة لنـا لاحجة علينا
حتى نتمـنى أنّـنا ماكتبنا وماقرأنـا، اللهم أعتـق رقبنا ورقاب أساتذنـا
ومشايـخنا وأبائـنا وأمهـاتنا وأولادنا وإخوانـنا وعشـيرتنا
وأصحـابنا وأحبـابنا والمسلمـين والمسلمـات
بجـاه سيدنا وحبيبـنا وشفيعـنا ومولانا
محمد من النـار برحمتك ياعـزيز
ياغـفّار ياسـتّار ياحليـم
ياجـبّار ياالله ياالله ياالله
يارحيم برحـمتك
ياأرحم الراحمين . آمـين يا رب العالـمين .

0 komentar:

 

© 2011 ZULKARNAEN AL-PASIRI zulkapasir